Liputan6.com, Jakarta Jelang pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) pesimistis Indonesia mampu bersaing dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara lain saat pasar tunggal tersebut berlangsung.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, kesulitan Indonesia untuk bersaing terutama dalam sektor tenaga kerja.
"Indonesia belum siap, terutama pada sektor buruh. Pasar tunggal ini memang dibutuhkan tetapi akan bertentangan dan tidak berorientasi pada kesejahteraan rakyat karena upah kita yang masih murah. Kita belum siap," ujarnya usai konferensi pers di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta Pusat, Jumat (4/4/2014).
Iqbal menjelaskan, jika dibandingkan dengan negara ASEAN lain, seperti Thailand dan Filipina, upah buruh di Indonesia menjadi yang paling murah.
Advertisement
"Kita hanya Rp 2,4 juta, sementara Thailand mencapai Rp 3,2 juta, Filipina Rp 3,6 juta. Jangan bandingkan kita dengan Kamboja atau Myanmar, ekonomi mereka itu baru tumbuh. Upah kita harus sama dengan Thailand dan Filipina kalau mau bersaing," lanjutnya.
Untuk itu, sebelum pasar tunggal ini berlangsung, Iqbal meminta pemerintah untuk memberikan proteksi kepada buruh dengan memberikan upah yang layak.
"Kita tidak bisa menghindari AFTA (ASEAN Free Trade Agreement) 2015 ini, dengan demikian pemerintah harus mulai memproteksi masyarakatnya termasuk para buruh, dengan social protection floor, bukan dengan upah murah," katanya.
Pemerintah juga harus bisa memberikan jaminan kesehatan bagi buruh yang dibiayai negara. Menurut dia, meskipun telah ada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, namun pada prakteknya di lapangan, pelayanan yang diberikan melalui program ini belum sesuai dengan yang diamanatkan Undang-Undang.
Selain itu, Iqbal juga meminta pemerintah segera membenahi kualitas SDM buruh. Program Gugus Kendali Mutu yang pernah diterapkan pada masa lalu perlu kembali diterapkan agar dapat menjadi acuan bagi perusahaan untuk meningkatkan kualitas SDM para pekerjanya.
"Perlu ada peningkatan angka pendidikan, selama ini 70% buruh hanya berpendidikan SD. Ini harus tingkatkan menjadi SMA. Dalam 5 tahun ini peran pemerintah sangat kurang dalam hal ini. Percuma anggaran pendidikan mencapai 20% dari APBN jika tidak dimanfaatkan secara maksimal," tandas dia.