Liputan6.com, Jakarta - Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bhakti menjawab pertanyaan publik tentang presiden Indonesia mengapa harus Jokowi. Menurutnya, hal ini jelas bahwa rakyat Indonesia menginginkan suatu perubahan.
"Ada perubahan drastis atas capres, dari mantan militer, berani, tegas, nasionlis berubah jadi jujur, jujur, jujur, memiliki sifat merakyat, kemudian punya pengalaman di pemerintahan. Yang paling kecil tingkat lokal dan provinsi, dan capable (kemampuan). Ini yang harus diperhatikan, seorang pemimpin harus punya hati sanubari," kata Ikrar di Jakarta, Jumat (4/4/2014).
Selain itu, menurut Ikar, jika dilihat dari sejumlah capres yang memiliki elektabilitas cukup tinggi memang wajah lama. "Coba anda lihat dari capres-capres itu, 3 orang muka-muka lama, Prabowo pernah jadi cawapres 2009, Wiranto 2 kali capres, ARB, kalau dilihat dari sisi tokoh lama dan baru," ujarnya.
Kurang Jahat
Advertisement
Ikrar pun menilai dengan sejumlah pertanyaan. Apakah Anda sebagai pemilih akan memilih presiden yang pernah menculik orang di bidang demokrasi? Atau capres punya masalah pajak dan usaha? Atau orang memang 'wong ndeso' yang memiliki suatu keinginan?
"Saya tidak ingin kalimat Wiranto hibahkan dirinya. Tapi benar-benar mendambabaktikan dirinya ke depan. Dia (Jokowi) bukan orang sempurna, atau tanpa dosa, tapi dia less evil (kurang jahat) dibandingkan calon-calon yang lain," kata Nusa.
Hal ini juga yang membuat Ikrar lebih mengedepankan sisi baik Jokowi dalam beberapa tulisannya, ketimbang Megawati. Hal ini lantaran Ketua Umum PDIP tersebut juga adalah tokoh politik masa lalu. "Dalam tulisan saya lebih banyak baik Jokowi dibanding Mega yang tokoh lama."
"Dan karena itu tadi, pertama kali dalam politik modern, belum ada seorang perempuan, seorang politisi menentukan nasib partai, bangsanya, masa depan bangsa. Keputusan itu ditunggu-tunggu bukan hanya lawan politik, tetapi juga dunia internasional," sambung Ikrar.
Yang jelas, Ikrar menambahkan, deklarasi gubernur DKI Jakarta sebagai capres itu berimbas positif terhadap perekonomian Indonesia. "Begitu Jokowi dideklarasikan sebagai capres, bukan pembeli asing, tapi pembeli dalam negeri langsung beli saham di Bea Cukai," pungkas Ikrar.
Baca juga: