Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Politik Burhanuddin Muhtadi mengatakan, penetapan Joko Widodo alias Jokowi sebagai capres PDIP sangat memengaruhi suara pemilih Partai Gerindra. Sebelum penetapan capres Jokowi dan sebelum kampanye, angka elektabilitas Gerindra 11,3 %. Tapi setelah penetapan capres Jokowi dan kubu Prabowo gencar menyerang Jokowi, elektabilitas Gerindra secara absolut menjadi 10,5 %.
"Memang tidak signifikan turunnya, tapi secara absolut turun. Jadi menurut saya Gerindra harus membaca hasil survei ini secara hati-hati, karena belum pernah ada kasus di Indonesia partai atau capres menggunakan model kampanye negatif yang bisa mengambil dukungan suara secara signifikan," kata Burhanuddin, di Jakarta, Jumat (4/4/2014).
Burhanuddin menilai, pemilu yang terjadi di Indonesia ini adalah efek melodramatik. Orang yang diserang secara terus-menerus justru akan ditempatkan sebagai pihak yang terzalimi. Maka itu Burhanudiin mengimbau Gerindra agar berhati-hati memakai pendekatan serangan politiknya yang terlalu frontal.
Menurut Burhanuddin, akan jauh lebih baik jika Gerindra atau Prabowo menanyakan rekam jejak Jokowi untuk Indonesia ke depan. "Jadi hati-hati memakai pendekatan serangan politik yang terlalu frontal. Akan jauh lebih baik sebenarnya meminta pada Gerindra atau Prabowo untuk menanyakan rekam jejak Jokowi itu apa."
"Saya sampai sekarang sejak dia (Jokowi) ditetapkan sebagai capres, saya belum pernah dengar kalau dia menang sebagai presiden. Atau PDIP menang sebagai partai pemenang pemilu untuk pileg itu mau dibawa kemana Indonesia," paparnya.
Atau juga bagi PDIP bisa mempertanyakan, apa alasan pendukung Gerindra hingga saat ini masih setia terhadap pilihannya untuk Gerindra dan Prabowo. Begitu juga dengan Prabowo, alangkah baiknya jika lebih memaparkan 6 aksinya dalam setiap aksi kampanye terbukanya.
"Menurut saya akan jauh lebih menarik perdebatannya kalau serangannya dibawa ke arah personal," pungkas Burhanuddin.
Baca juga:
Advertisement