Liputan6.com, Sydney Pembatasan ekspor timah Indonesia di Indonesia mengganggu stabilitaspara produsen China yang tengah menghadapi kemerosotan permintaan komoditas domestik. Selain itu, kenaikan harga komoditas global, dan peningkatan peluang untuk meningkatkan penjualan di luar negeri.
Advertisement
Seperti dikutip dari Reuters, Senin (7/3/2014), harga timah di China untuk pertama kalinya mengalami penurunan ke bawah standar harga di London Metal Exchange (LME). Kondisi ini dipicu naiknya standar harga timah internasional yang telah melampaui harga di pasar domestik.
"Pasar timah tengah menghadapi defisit selama lima tahun berturut-turut. Jika ekspor Indonesia berkurang, salah satu cara untuk mengisinya adalah dengan meningkatkan ekspor dari China," ungkap analis di BNP Paribas London Stephen Briggs.
Briggs mengatakan, ekspor China akan melampaui total volume tahun lalu sebesar 3.000 ton selama kesenjangan harga domestik dan global masih menguntungkan.
Meskipun para produsen China masih menghadapi pajak pengiriman sebesar 10%, kesenjangan harga tersebut akan mendorongnya meningkatkan aktivitas ekspor dari dalam negeri. Lebih jauh lagi, para analis dan pelaku pasar memprediksi kenaikan harga di LME akan membuka keran penjualan timah dari China.
"Para produsen timah tengah aktif mengamati pasar. Jika harganya masih berada di level sekarang dan permintaan terus meningkat, sejumlah timah di China akan segera di ekspor," ungkap para analis.
Sejauh ini, China merupakan produsen ekpor timah terbesar dunia. Tak hanya itu, China juga tercatat sebagai importir besar timah olahan di dunia yang digunakan untuk kebutuhan manufaktur elektronik.
Spekulasi bahwa para produsen timah China akan meningkatkan volume ekspornya terus merebak setelah Indonesia melarang ekspor mineral mentah dan mendorong pengusaha untuk membangun smelter sendiri. Pemerintah pusat telah mendorong para pengusaha untuk mengolah timah di dalam negeri sebelum di ekspor ke luar.
Sementara itu, harga timah terus melemah dalam tiga bulan berturut-turut di LME yang nyaris menyentuh 8.000 ton pada akhir Februari. Para analis memprediksi pasar timah global akan kembali mengalami defisit tahun ini. Alhasil harganya di pasar global akan melonjak.