Liputan6.com, Jakarta Meski ketertarikannya terhadap fesyen sudah muncul sejak SMP, pria kelahiran 17 Maret 1968 ini mengaku tak tahu harus diarahkan kemana karirnya saat lulus sekolah. Marga Alam kini dikenal sebagai desainer kebaya dan gaun pengantin.
Apa yang membuatnya kemudian terjun ke dunia fesyen? Pada Selasa, 21 April 2015, desainer yang pada tahun 2014 menggelar fashion show tunggal perdananya ini bercerita kepada Liputan6.com perihal kisahnya memasuki dunia mode.
Advertisement
Dalam kesempatan tersebut, ia juga membagikan pandangan-pandanganya tentang kebaya. Berikut ini adalah hasil wawancara Liputan6.com dengan Marga Alam yang dilakukan di butiknya di kawasan Tebet, Jakarta.
Sejak kapan sesungguhnya punya ketertarikan pada fesyen?
Ketertarikan saya terhadap fesyen sudah muncul sejak SMP. Saat itu saya senang mengutak-atik seragam sekolah. Saya suka bereksperimen. Tanpa eksperimen seorang desainer tak akan bisa mencipta karya yang original dan berciri khas.
Apa yang mendorong Anda untuk masuk dunia fesyen?
Saya jadi desainer fesyen secara kebetulan. Dalam arti dulu saya tidak tahu kemana mengarahkan karir saya. Lulus SMA umur 19 tahun saya pindah dari Surabaya ke Jakarta. Saya saat itu tidak tahu mau berbuat apa tapi yang pasti satu tujuan saya adalah membahagiakan keluarga, mengangkat derajat keluarga kami. Kami bukan dari keturunan yang berada.
Teman-teman saya sangat mendukung saya untuk masuk dunia fesyen sebagai model. Pada tahun 1989 saya terpilih sebagai Top Model Indonesia. Saya kemudian berpikir apakah karir modeling yang waktu itu saya geluti akan berkesinambungan.
Selain memiliki skill rancang busana yang saya dapat dari kursus desain dan dikembangkan secara otodidak, saya juga punya keahlian di bidang hair styling. Saya tanya ke beberapa pakar tentang bidang mana yang sebaiknya saya tekuni. Waktu itu saya berdiskusi dengan Peter Sie.
Apa yang dijelaskan oleh beliau?
Ia menjelaskan bahwa jika ingin menjadi seorang hair stylist, saya harus berpenampilan bagus karena profesi tersebut langsung berhadapan dengan costumer. Sedangkan profesi desainer tak mengharuskan hal serupa. Yang dilihat adalah hasil karyanya. Setelah saya pikir masak-masak, saya berkeputusan untuk menekuni bidang fesyen.
Lalu langkah apa yang diambil setelah menetapkan untuk menekuni bidang fesyen?
Pada tahun 1991 saya bekerja di Rudi Hadisuwarno Bridal. Di sana saya banyak menimba ilmu tentang rancang busana. Saya jadi melek fesyen dan akhirnya saya jadi cinta pada dunia fesyen. Tahun 1995 saya ikut lomba desain tingkat nasional yang diadakan oleh APGAPINDO (Asosiasi Pengusaha Gaun Pengantin Indonesia).
Di lomba itu saya mengangkat kebaya kutu baru yang saya modifikasi sehingga memiliki sentuhan internasional. Banyak pihak yang mencibir saya karena busana itu. Di luar dugaan, saya terpilih sebagai Juara 2 dan didelegasikan untuk memperebutkan Piala Ibu Tien Soeharto. Di kompetisi tingkat ASEAN tersebut saya berhasil meraih Juara I dan Juara Umum. Dari situlah banyak yang melirik kebaya saya.
Tentang Kebaya
Kapan label Marga Alam didirikan?
Tahun 1997 saya mendirikan label sendiri. Saya mulai ikut pameran-pameran dan pers mulai menaruh perhatian. Kemudian penggemar-penggemar kebaya saya semakin bertambah.
Seperti apa karakter rancangan Anda? Karakter desain saya adalah penggunaan teknik-teknik, mulai dari cutting hingga pembuatan ornamen, yang saya ciptakan sendiri. Rancangan saya simple namun saya berusaha menghadirkan karakter yang kuat sehingga saat dipakai spiritnya bisa menyatu dengan pemakainya.
Kenapa memilih kebaya sebagai salah satu fokus? Karena saat saya masuk ke dunia fesyen saya miris melihat kondisi kebaya. Pada waktu itu banyak yang enggan memakai kebaya karena terkesan kuno. Saya ingin mengubah pandangan itu.
Bagaimana seharusnya kebaya di tempatkan di era modern ini? Jangan menjadikan kebaya sebagai “orang ke-3” dalam dunia fesyen.
Salah satu hal yang menjadi isu dalam desain kebaya adalah pakem. Bagaimana pandangan Anda tentang hal tersebut? Sah saja bila menciptakan kebaya berekor atau kebaya berjubah. Yang perlu diperhatikan adalah pakem yang tetap dilestarikan dan terlihat dalam desain sebagai identitas kebaya itu sendiri.
Apa menurut Anda kebaya bisa kembali menjadi pakaian sehari-hari sebagaimana dulu? Saat ini banyak orang ingin sesuatu yang praktis. Sesungguhnya sudah banyak yang membuat kebaya kasual yang bisa dikenakan sehari-hari. Program pemerintah seperti memakai kebaya pada hari tertentu adalah cara yang bagus untuk mempopulerkan penggunaan kebaya.
Ada tips berkebaya yang bisa dibagikan? Pilihlah kebaya dengan warna yang cocok dengan warna kulit dan dengan model yang sesuai bentuk tubuh. Dapat dipadupadankan juga dengan elemen daerah asal penggunanya, misalnya dengan songket dan lain sebagainya.
Apa harapan Anda dalam berkarir? Saya berharap bisa terus berkreasi, lebih inovatif, dan tetap exist sesuai zaman.
(bio/ret)
Advertisement