Liputan6.com, Jakarta Pemerintah mewaspadai potensi terganggunya pasar ekspor Indonesia ke China alias Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Pasalnya pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu ini diperkirakan melambat di level 7,5% pada 2014.
Kondisi pelemahan ekonomi China menjadi sorotan rapat Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) yang berlangsung Senin (8/4/2014) malam.
Advertisement
Rapat dihadiri tim FKSSK yang terdiri dari Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia (BI) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Bambang Brodjonegoro usai menggelar rapat yang berlangsung sekitar tiga jam, menegaskan, kondisi perekonomian Indonesia secara keseluruhan tergolong stabil. Namun perlu mewaspadai pelemahan ekonomi China dan dunia.
"Kita harus melihat dan memanfaatkan pemulihan ekonomi di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang sebagai kompensasi apa yang terjadi di China. Pelemahan pertumbuhan sudah dirancang (by design) untuk menjaga ekonomi masing-masing," jelas dia usai Rapat FKSSK.
Hal ini, dinilai Bambang, berbeda dengan kondisi ekonomi Indonesia. Negara ini, tambahnya, sangat mengedepankan atau fokus pada stabilitas pertumbuhan ekonomi.
Sementara China sengaja memperlambat pertumbuhan ekonomi karena sudah kepanasan (overheating) lantaran inflasi terlalu tinggi.
"Tapi kondisi China nggak buruk-buruk amat lah, meski potensi penurunan ekspornya bisa besar," ujarnya.
Bambang menambahkan, saat ini China telah merubah arah kebijakan menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi dari yang sebelumnya mengandalkan investasi, kini beralih ke konsumsi domestik.
"Tapi konsumsi domestik pasti membutuhkan impor, sehingga impor mereka dari negara lain akan tetap tinggi walaupun ada penurunan impor sedikit. China bilang seharusnya itu tidak mengganggu perdagangan China dengan negara lain, termasuk kita," terang dia.
Bambang berharap, Indonesia dapat kembali menggenjot ekspor ke Amerika Serikat dan Jepang, mengingat kedua negara tersebut sedang mengalami pemulihan ekonomi.