Mediasi Perbudakan Manusia di Sumsel Temui Jalan Buntu

Dalam pertemuan tersebut, 6 pekerja meminta gajinya sebesar Rp 56 juta atau Rp 1 juta per bulan untuk tiap 1 orang.

oleh Nefri Inge diperbarui 11 Apr 2014, 03:06 WIB

Liputan6.com, Kayuagung- Kasus perbudakan di Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan yang terkuak sudah sampai pada proses mediasi untuk pembayaran gaji yang difasilitasi Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) OKI pada Kamis 10 April 2014 kemarin. Mediasi yang berlangsung beberapa jam itu menemui jalan buntu.

Sang Majikan Hj M dikuasakan oleh Kuasa Hukum Syahril Akib SH, sementara pihak pekerja di kuasakan dari Lembaga Bantuan Hukum Wahyudi. Mediasi membahas tentang pembayaran gaji terhadap 6 pekerja tersebut, yang sampai saat ini belum dibayarkan oleh sang majikan.
 
Dalam pertemuan tersebut, 6 pekerja meminta gajinya sebesar Rp 56 juta atau Rp 1 juta per bulan untuk tiap 1 orang agar dibayarkan segera. Namun, permintaan tersebut ditolak sang majikan, karena Hj M hanya menyanggupi membayar sebesar Rp 31 juta atau Rp 800 ribu per bulan untuk tiap orang.

"Para pekerja hanya meminta haknya Rp 1 juta per bulan sesuai kontrak, karena pihak Maimunah tidak bisa memenuhinya, sehingga pertemuan tidak memenuhi kesepakatan atau jalan buntuh,” kata Kasi Perburuan dan pengawasan pekerja Disnkertrans OKI Jalaludin kepada Liputan6.com di OKI, Kamis (10/4/2014).
 
Sampai pertemuan selesai kedua belah pihak tetap mempertahankan pendapatnya masing-masing. Sementara  Kuasa Hukum Hj Maimunah akan berkoordinasi dengan kliennya sehingga permasalahan ini cepat selesai.

"Rencananya besok, Jum’at (hari ini), kita akan melakukan pertemuan lagi untuk menyelesaikan pembayaran gaji mereka," lanjutnya.
 
Pihak Disnakertran OKI mengatakan, pihaknya hanya berharap kepada Hj M untuk segera membayarkan gaji mereka sesuai tuntutan mereka sehingga kalau sudah dibayar tidak ada tuntutan hukum.

"Jika memang Hj M akan memotong gaji, sesuai dengan kasbon para pekerja itu saja," ujarnya.  

Kuasa Hukum 6 wanita mantan pekerja toko Sahabat, Wahyudi menyebutkan para korban sangat membutuhkan gaji tersebut untuk kebutuhan sehari-hari. Dua Pekerja sudah bekerja lebih dari 12 bulan dan 4 pekerja lagi bekerja selama 6 bulan, selama bekerja gaji mereka belum dibayarkan.

"Itu kan sudah menjadi hak pekerja, kenapa harus dipotong lagi, gaji Rp 1 juta/bulan itu sudah sesuai perjanjian awal bukan Rp 800 ribu/bulan," tandas Wahyudi.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya