Liputan6.com, New York - Naiknya harga pangan global memicu para pelaku dagang mengedarkan makanan palsu di pasaran. Tak hanya menyebabkan potensi gangguan kesehatan, penipuan jenis makanan ini membuat industri pangan merugi hingga US$ 15 miliar atau Rp Rp 171,2 triliun.
Seperti dikutip dari CNBC, Senin (15/4/2014), menurut para ahli, masalahnya adalah kenaikan biaya pangan dan importasi makanan yang kian menyebar. Badan pangan Amerika Serikat (AS), Food and Drug Administration (FDA) melaporkan, 15% pasokan makanan diimpor ke luar negeri.
Advertisement
Para ahli mengatakan, perekayasa pangan membuat pemerintah sulit menyusuri jejak impor demi melindungi kejahatannya. Sementara penipuan di bidang pangan terbesar sepanjang sejarah AS terjadi saat madu China dikirimkan ke negara lain untuk menyingkirkan produk asli yang telah beredar.
Menurut Departemen Keadilan AS, para pedagang China berhasil menyelewengkan pajak impor senilai US$ 180 juta. Sementara itu, Departemen Pertanian AS memprediksi harga pangan akan nai 2,5%-3,5% tahun ini.
Penipuan di sektor pangan dapat merugikan industri tersebut hingga US$ 10 miliar-US$ 15 miliar per tahun. Beberapa produk yang paling sering dipalsukan diantaranya, madu, minyak olive, jus, dan makanan laut.
Makanan palsu tersebut juga dapat membahayakan kesehatan para konsumen. Lebih dari 59% tuna yang beredar ternyata tidak berlabel sehat. Tuna palsu itu ternyata sangat berbahaya bagi kesehatan pencernaan.
FDA mengakui tidak bisa memerika seluruh makanan impor meski memang semua produk yang datang dari luar negeri telah diperiksa secaa elektronik menggunakan sistem otomatis. Konisi itu membantu para inspektor untuk menentukan produk mana yang paling berisiko dan baru diteliti secara lebih mendalam.
Sementara itu, pemerintah di setiap negara saat ini harus lebih intens berhubungan dengan para importir pangan guna memastikan apa yang dipromosikannya memang tertera di dalam produk.