Jabatan Gubernur Banten Dicopot, Ratu Atut Pasrah

Dalam hitungan minggu, status Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah tidak lagi tersangka, tetapi terdakwa kasus dugaan suap.

oleh Oscar Ferri diperbarui 15 Apr 2014, 16:49 WIB
Ratu Atut tidak menjawab satu pun pertanyaan yang terlontar dari para wartawan di gedung KPK (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Dalam hitungan minggu, status Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah tidak lagi tersangka, tetapi terdakwa kasus dugaan suap pengurusan sengketa Pilkada Lebak, Banten 2013. Berkas perkara kasusnya sudah dinyatakan lengkap atau P21 dan akan segera dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta.

Sampai saat ini, meski terjerat kasus suap di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Atut masih menjabat sebagai Gubernur Banten yang sudah dinyatakan non-aktif oleh Kementerian Dalam Negeri.

Kuasa hukum Atut, TB Sukatma mengatakan, kliennya itu sudah mengetahui dan tidak akan menghindar, seandaniya Kemendagri mencopotnya sebagai Gubernur Banten. Apalagi, pencopotan itu sudah diatur dalam undang-undang.

"Dia (Ratu Atut) sudah tahu, tidak dalam posisi menghindar, karena sudah diatur dalam undang-undang. Semuanya diserahkan kepada Kemendagri," ujar Sukatma di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (15/4/2014).

Seperti diketahui, Atut sudah menandatangani berkas pemeriksaan penyidik KPK. Sebab, berkasnya pada kasus dugaan suap pengurusan sengketa Pilkda Kabupaten Lebak, Banten 2013 dinyatakan lengkap atau P21 dan akan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tipikor dalam waktu dekat.

Dengan begitu, Atut akan segera duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa dan akan mendengarkan pembacaan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Dalam kasus ini, penyidik menjerat Atut dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. Atut disangka turut serta bersama-sama adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan melakukan suap kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya