Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Politik Universitas Jayabaya, Igor Dirgantara menilai ada suatu kepentingan di balik sua yang dilakukan bakal calon presiden PDI Perjuangan Jokowi dengan Duta Besar Amerika Serikat (AS) yang baru, Robert O Blake. Sebab, pertemuan yang membahas soal cawapres, praktis hal tersebut menunjukkan besarnya kepentingan AS.
"Saya melihat, AS punya sarat kepentingan dengan pertemuan itu. Sebab, dengan melakukan pertemuan lebih dulu bersama calon pemimpin seperti Jokowi, maka bukan tak mungkin AS akan bisa mendikte yang bersangkutan. Jika kelak terpilih menjadi pemimpin Indonesia yang baru. Karenanya, AS pasti akan mendukung figur pemimpin yang menentukan arah kebijakan," kata Igor dalam keterangan tertulisnya, Selasa (15/4/2014).
"Biasanya AS akan menanamkan dukungan dan pengaruh baik terhadap figur untuk arah kebijakannya. Ini bentuk pendiktean AS terhadap Indonesia akan posisi strategisnya terhadap dinamika masa depan kawasan Asia Tenggara,"tambahnya.
Igor menjelaskan, dinamika masa depan kawasan Asia Tenggara yang menjadi target AS di Indonesia adalah kepentingan untuk menguasai perekonomian dan sumber daya alam (SDA). Di mana wujud nyata keinginan untuk menguasai itu sebetulnya telah terungkap dari kasus terbongkarnya penyadapan AS dan kebocoran kawat diplomatik AS oleh mantan kontraktor Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA), Edward Snowden beberapa waktu silam.
Karena itu, Igor menilai, bukan AS namanya jika tidak punya agenda politik ekonomi. Apalagi, Jokowi juga kerap dibilang sebagai capres 'boneka' karena sikapnya yang mudah tunduk.
"Wacana 'capres boneka' bukan sesuatu yang mustahil buat Jokowi dalam upaya mencari dukungan negara besar dalam pencapresannya tahun ini," kata dia.
Oleh karena itu, Igor melihat lebih jauh, bahwa sangat berbahaya jika Indonesia masuk 'orbit' hegemoni AS. Mengingat AS tengah berseteru dengan Tiongkok dalam kasus Laut China Selatan, yang juga melibatkan negara anggota ASEAN lainnya seperti Filipina dan Vietnam.
Igor memandang, AS gemar mengunjungi negara-negara yang dianggap sekutunya untuk mendukung politiknya. "Misalnya politik yang anti-Suriah dan Iran. Padahal Indonesia menganut politik bebas dan aktif dari campur tangan negara besar," ujar dia.
AS, lanjut Igor, juga senantiasa punya manuver politik yang mematikan bagi negara yang kaya sumber daya Alam, tetapi tidak pro-Washington. Untuk itu, kepentingan dalam pertemuan Dubes AS dengan Jokowi itu diyakini demi keuntungan korporasi besar AS seperti untuk kontrak Freeport di Papua, Newmont, dan lainnya.
Lebih lanjut kata Igor, AS juga ingin agar Asia Tenggara lebih membuka akses perdagangannya demi memulihkan kembali perekonomiannya yang terpuruk akibat krisis.
"Semua masalah tersebut bisa berdampak terhadap kedaulatan wilayah NKRI. Kepentingan AS lainnya di Indonesia adalah modernisasi Kedubes AS di Jakarta yang menelan biaya Rp4,2 triliun," katanya.
Igor pun mengingatkan, bahwa AS juga selalu memonitor Indonesia sejak dulu dan menjadikan isu hak asasi manusia (HAM), demokrasi, dan terorisme sebagai instrumen dasarnya agar bisa campur tangan urusan dalam negeri Indonesia.
"Karena itu akan selalu akan ada rasa curiga dan sentimen negatif terhadap AS dari masyarakat Indonesia dalam hubungan kedua negara. Begitu juga terhadap Jokowi nantinya," tandasnya.
Jokowi bersua dengan Robert sebagai Dubes AS yang baru beberapa waktu lalu. Dalam pertemuan itu turut hadir pula Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.
Jokowi serta Mega bertemu Robert di kediaman pengusaha bernama Jocob Soetojo yang terletak di Jalan Sircon Nomor 73, Permata Hijau, Jakarta Selatan.
Advertisement