Label Halal Selamatkan Produk RI dari Serbuan Asing

Konsumen Indonesia peka dengan label halal dinilai dapat menolong penjualan produk domestik saat menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.

oleh Septian Deny diperbarui 16 Apr 2014, 16:30 WIB
(Foto: Septian Deny/Liputan6.com)

Liputan6.com, Karawang - Penjualan produk makanan dan minuman dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara diyakini akan mengalami persaingan ketat menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Namun dengan dibukanya pasar bebas ini juga dinilai bisa menjadi peluang bagi produk-produk dengan kualitas yang baik.

"Kami melihat ini akan menjadi pertarungan seru. Jadi bukan cuma banyak produk yang masuk, tetapi juga akan menjadi peluang bagi kami," ujar Chief Operating Officer PT ABC President Indonesia, Dwi Hatmadji di Karawang Timur, Jawa Barat, Rabu (16/4/2014).

Menghadapi persaingan ini, lanjut Dwi, produk makanan dan minuman dalam negeri masih terbantu dengan kebiasaan masyarakat Indonesia yang sangat peka terhadap labelitas halal dari MUI yang tertera pada kemasan produk.

"Beruntung konsumen Indonesia ini sangat peka, kalau tidak ada label halal, produk tersebut biasanya sulit untuk bertahan. Terlebih lagi sertifikasi halal dari MUI biasanya bisa diterima oleh negara lain, tetapi label halal dari negara lain belum tentu sesuai dengan standar halal disini, jadi harus disertifikasi lagi," jelas Dwi.

Meski demikian, saat ini pun sudah banyak produk makanan minuman asal negara ASEAN maupun Asia secara umum yang mulai menyerbu pasar Indonesia. "Sudah banyak produk-produk dari Malaysia atau Singapura uang masuk, ini karena Indonesia menjadi market terbesar," kata Dwi.

Untuk mampu bersaing dengan produk-produk asing tersebut serta menjaga pasar dalam negeri, menurut Dwi, strategi yang dilakukan oleh produsen lokal seperti PT ABC President Indonesia yaitu dengan melakukan pengembangan produk melalui research and development (R&D) dengan SDM lokal.

"Untuk mempertahankan produk kami di pasar lokal, strateginya dengan menggunakan R&D lokal, karena rasa dan gaya hidup market di Indonesia tidak sesuai bila menggunakan R&D asing, industrinya akan failed. Kemudian kita juga harus berani mengeluarkan produk yang beda," tutur Dwi.

Selain itu, untuk mampu persaingan, Dwi juga berharap pemerintah mampu memberikan dukungan dengan penyediaan infrastruktur serta menjaga stabilitas tarif komponen-komponen penunjang produksi sehingga ada kepastian bagi prosuden dalam menjalankan produksinya.

"Distribusi di Indonesia masih rumit, kemudian unsur biaya yang terus mengalami peningkatan, seperti BBM, listrik, ini cost produksi menjadi tidak menentu, jadi tidak ada kepastian bagi kami. Industri maunya ada kepastian sehingga bisa memperhitungkan pertumbuhan industri ke depan," tandas Dwi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya