Liputan6.com, Seoul - Suara benturan keras, kapal yang miring, lalu karam. Tragedi yang menimpa Kapal Sewol beserta 475 orang di dalamnya pada Rabu 16 April 2014 terjadi begitu cepat. Sudah 9 nyawa dipastikan melayang dan hingga saat ini tim penyelamat masih berjuang mencari 287 orang yang nasibnya belum diketahui.
Di tengah proses evakuasi, sejumlah korban yang terjebak di dalam kapal seberat 6.825 ton mengirimkan pesan pendek pada orang-orang yang mereka cintai. Bisa jadi, itu pesan terakhir mereka...
"Ayah, aku tak bisa keluar. Koridor dipenuhi anak-anak, kapal terlalu miring," tulis seorang murid berusia 18 tahun pada ayahnya, seperti Liputan6.com kutip dari News.com.au, Kamis (17/4/2014).
Sebanyak 325 dari 475 penumpang Kapal Sewol adalah murid Ansan Danwon High School yang dalam perjalanan wisata ke Pulau Jeju.
Kantor berita Korsel, NEWSIS, juga mengabarkan sejumlah pesan terakhir dari mereka yang berada di antara hidup dan mati di dalam kapal. Dari deklarasi cinta atau mengabarkan, "Aku masih hidup".
"Bu, aku mungkin tak bisa menyampaikan ini secara langsung: Aku mencintaimu," demikian SMS yang dikirim seorang murid. "Aku juga, Nak. Ibu mencintaimu," balas sang bunda yang yakin putranya berhasil diselamatkan.
Seorang ibu, Park Yu-Shin -- yang putrinya masih dinyatakan hilang -- mengaku terus melakukan kontak dengan anaknya itu. Hingga saat-saat terakhir.
"Dia berkata padaku, 'Kami memakai jaket pelampung. Mereka (awak kapal) minta kami menunggu dan tetap tinggal, jadi kami menunggu. Bu, aku bisa melihat helikopter terbang'," kata Park menirukan pesan putrinya.
Tak bisa tidur karena dirundung cemas, banyak orang tua memilih menunggu di Pelabuhan Jindo. Mata mereka menatap lautan, berharap buah hatinya pulang dengan selamat.
"Putriku masih di sana, di suatu tempat di lautan yang dingin," kata seorang ibu yang bersedih.
Perintah yang Salah?
Koo Bon-hee adalah salah satu penumpang Kapal Sewol yang selamat. Pria 36 tahun itu mengungkapkan, banyak penumpang yang terjebak di dalam kapal. Jendela kabin sulit untuk dipecahkan.
"Upaya penyelamatan tak berjalan sesuai yang diharapkan. Kami memakai jaket pelampung, sebenarnya kami punya waktu (menyelamatkan diri)," kata dia. "Jika orang-orang saat itu terjun ke air, mereka masih bisa diselamatkan. Namun kami diperintahkan tetap diam."
Sementara, Yong-seok, awak kapal berusia 58 tahun yang berhasil menyelamatkan diri dengan kru kapal lain -- termasuk kapten -- mengatakan, upaya penyelamatan terhalang kondisi kapal yang miring. "Kami bahkan tak bisa bergerak. Kemiringan begitu dahsyat," kata dia.
Penanganan awal yang diduga ceroboh membangkitkan kemarahan keluarga korban. Teriakan dan umpatan terdengar saat Perdana Menteri Chung Hong-won menjenguk tempat penampungan di mana kerabat penumpang hilang menunggu kabar. Pengawal bahkan harus melindungi PM dari lemparan botol.
Sejumlah kerabat dan orangtua meminta pemerintah mengirimkan lebih banyak penyelam untuk menyisir bangkai kapal.
Dari 475 orang di atas kapal, 287 di antaranya masih hilang -- kebanyakan para murid. Sembilan dikonfirmasi tewas dan 55 luka-luka. Korban dimungkinkan bertambah.
"Jujur, aku pikir menemukan korban selamat di dalam kapal mendekati nol," kata salah satu penjaga pantai.
Hingga berita ini diturunkan, belum diketahui penyebab kapal celaka. Para penjaga pantai masih memeriksa kapten dan awak kapal.
Kapten Lee Joon-Seok yang selamat dari insiden bersikeras, bahtera yang ia nakhodai tak kandas. "Aku tak menabrak karang," kata nakhoda 60 tahun itu. "Kapal tiba-tiba tenggelam begitu saja. Aku tak tahu mengapa." (Yus Ariyanto)
Advertisement