Alyssa Azar Ingin Bukukan Rekor Wanita Pendaki Everest Termuda

Ia bersikukuh melanjutkan pendakian, sekalipun longsoran salju belum lama ini merenggut nyawa 13 sherpa.

oleh Anri Syaiful diperbarui 21 Apr 2014, 09:05 WIB
Alyssa Azar berpose dalam perjalanannya menuju pos perkemahan Everest pada 9 April 2014. (Facebook)

Liputan6.com, Kathmandu - Puncak Everest di Pegunungan Himalaya, memang menantang bagi para pendaki di seluruh dunia. Pun demikian Alyssa Azar. Remaja asal Queensland, Australia ini sangat berambisi menjadi pendaki termuda Australia yang mampu menggapai atap dunia.

Ia bersikukuh melanjutkan pendakian, sekalipun pada Jumat 18 April 2014 longsoran salju telah merenggut nyawa 13 sherpa atau pemandu asal Nepal. Seperti Liputan6.com kutip dari laman Radio Australia ABC, Senin (21/4/2014), sejauh ini, pencarian korban longsor es dengan menggunakan helikopter masih berlanjut, untuk mencari 4 pemandu lokal yang masih hilang.

Musibah longsor tersebut menciutkan nyali beberapa pendaki. Mereka bahkan telah menanggalkan misi mereka. Sementara, beberapa pendaki lainnya masih menunggu cuaca yang kondusif. Mereka mencoba melanjutkan pendakian setelah berdiskusi dengan pemandu lokal etnis Sherpa.

Nah, di antara para pendaki yang memutuskan menunggu di pos perkemahan dan tetap mencoba mencapai puncak, adalah Alyssa dari Kota Toowoomba, selatan Queensland.

Gadis berusia 17 tahun ini telah mendaki beberapa puncak tertinggi dunia seperti Gunung Kilimanjaro. Jika sukses, ia akan menjadi perempuan termuda yang berhasil mencapai puncak gunung yang berketinggian 8.850 meter dari permukaan laut (mdpl) itu.

Dalam statusnya di Facebook, ia turut mengucapkan belasungkawa dan doa sedalam-dalamnya bagi komunitas Sherpa. "Mereka menakjubkan, berdedikasi dan sangat istimewa. Mereka sungguh membantu kami, dan karenanya kami sangat bersyukur. Ini adalah saat yang menyedihkan bagi seluruh pendaki dan komunitas Sherpa," ujarnya.

Kendati demikian, ayah Alyssa, Glenn Azar, menuturkan bahwa putrinya masih bersikeras untuk menuntaskan pendakian sampai puncak.

"Ini sulit dan apa yang ia lakukan sesungguhnya berbahaya. Dia memang sudah menjalani latihan fisik, dan dia adalah anak yang sangat...sangat kuat. Tapi dia sudah mengirim pesan kepada kami kalau dia sangat berkomitmen menyelesaikan misinya walaupun belum jelas apa keputusan tim yang ada di sana," papar Glenn mengenai keputusan putrinya.

Alyssa telah mempersiapkan diri untuk mengikuti ekspedisi ini selama beberapa tahun, sembari menyiapkan masa depan sebagai petualang yang akan ia jalani. Dia menyusuri jalur Kokoda di Papua Nugini ketika ia masih berusia 8 tahun dan menaklukkan Kilimanjaro di Tanzania dalam usia 14 tahun.

"Keadaan ini lebih susah buat kami karena kami orangtuanya, tapi kami selalu mendukungnya dan tak akan mengubahnya,” tegas ayah Alyssa.

Pemandu Lokal Tertimpa Longsor Saat Menuju Pos 1

Longsoran salju menghantam lereng pendakian berbahaya yang disebut `Khumbu Icefall`. Jalur ini penuh dengan ceruk es dan tumpukan batu atau es besar yang dapat runtuh sewaktu-waktu.

Walau ketinggiannya tidak curam, para pendaki mengaku bahwa titik tersebut adalah salah satu yang paling berbahaya di Everest. Meski, sebenarnya tak ada jalur aman di sepanjang rute `South Col`, yang pertama kali dilewati oleh Sir Edmund Hillary dan Tenzing Norgay pada tahun 1953.

Para pemandu lokal etnis Sherpa yang terjebak dalam longsoran, saat itu tengah membawa peralatan dari pos perkemahan ke pos 1, di mana pos yang terakhir disebut adalah salah satu dari empat titik pendakian menuju puncak, yang ada di sisi selatan Everest.

Perusahaan pendakian asal Nepal, The Himalayan Guides melaporkan, 6 pendaki lokal mereka telah hilang tertimpa es saat berusaha mendahului pendaki yang mereka bawa untuk membetulkan tali dan memecah es.

"Kini kami terkonsentrasi pada misi penyelamatan. Jika ini semua sudah usai, kami akan mengadakan rapat dan memutuskan apa yang harus dilakukan pada pendakian selanjutnya," terang Raj Paudel, salah seorang staf perusahaan.

Santunan Keluarga Korban

Longsor yang terjadi pada Jumat lalu adalah longsor es terbesar yang terjadi pada musim pendakian Everest tahun ini. Empat ribu pendaki diperkirakan turut meramaikan musim pendakian Everest tahun ini.

Sekitar 250 pendaki telah gugur dalam misi penaklukan Everest, yang terletak di perbatasan antara Nepal dan wilayah China, Tibet.

Para pemimpin ekspedisi pendakian menyebutkan, sempat ada kemarahan di antara beberapa pemandu setelah pemerintah mengumumkan pembayaran ganti rugi sebesar 400 dolar kepada keluarga korban untuk menanggung biaya pemakaman. Pihak asuransi biasanya memberikan biaya santunan hingga sebesar 5000 dolar.

"Saya harap Kementerian Pariwisata akan menyantuni keluarga korban. Saya tahu penyelenggara ekspedisi akan memberi bantuan. Tapi dalam insiden sebesar ini, seharusnya reaksi serupa yang diberikan perusahaan, dilakukan oleh pemerintah Nepal," tulis Alan Arnette, seorang pendaki, dalam laman pribadinya yang diunggah dari pos perkemahan Everest.

Sejumlah turis sebenarnya telah mengkhawatirkan keamanan dan kerusakan lingkungan yang terjadi di Everest. Hanya saja, Pemerintah Nepal tetap bersikukuh memberi potongan kepada mereka yang ingin mendaki tahun depan.

Pemerintah Nepal telah menerbitkan izin pendakian kepada 334 pendaki asing musim ini, meningkat dari jumlah total tahun lalu yang berjumlah 328. Angka tersebut belum termasuk jumlah pemandu lokal yang membantu pendaki asing, yang diperkirakan angkanya sama besar.




POPULER

Berita Terkini Selengkapnya