PLN dan Pertamina Akhirnya Sepakat Soal Proyek Geothermal

Dalam kesepakatan tersebut, ada perubahan mengenai jumlah lokasi sumur yang akan dijadikan sumber panas bumi.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 24 Apr 2014, 13:12 WIB
Panas Bumi merupakan salah satu energi baru terbarukan.

Liputan6.com, Banten PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) akhirnya menemui kesepakatan perihal pembangunan proyek sembilan pembangkit listrik tenaga panas bumi (geothermal).

Dahlan Iskan, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), menjelaskan kedua belah pihak akan melakukan penandatangan minggu depan.

"Nanti senin tanda tangan Head of Agreement (HoA) antara PLN dan Pertamina mengenai pengerjaan geothermal," ungkap Dahlan di kantor pusat Garuda Maintenance Fasilities, Cengkareng, Banten, Kamis (24/4/2014).

Dalam kesepakatan ini, Dahlan menjelaskan, ada perubahan mengenai jumlah lokasi sumur yang akan dijadikan sumber panas bumi.

Di kajian sebelumnya, proyek yang masuk dalam program pembangunan pembangkit 10.000 Mega Watt (MW) tersebut PT Pertamina akan mengerjakan proyek sebanyak 9 sumber panas bumi. Namun akhirnya yang disepakati hanya 8 sumur.

"Iya, berkurang satu karena itu setelah di bor ternyata tidak ada sumbernya, panas buminya tidak ada," jelas Dahlan.

Dalam hal ini Pertamina bertindak sebagai pembangun proyek geothermal, sementara PLN menjadi perusahaan pembeli tunggal hasil listrik dari pembangkit tersebut.

Menurut Dahlan, dirinya masih belum mengetahui mengenai total investasi yang diperlukan untuk program pembangunan energi panas bumi nasional tersebut.

Sebelumnya, Dahlan marah kepada dua perusahaan energi terbesar di Indonesia tersebut lantaran belum ada jalan tengah antara PLN dan Pertamina mengenai pengerjaan proyek sembilan sumber panas bumi yang sudah dicanangkan beberapa tahun lalu.

Pada tahun lalu, keduanya sudah menyepakati penunjukan pihak ketiga untuk melakukan audit mengenai berapa biaya pengerjaan proyek dan berapa harga per kilowatt (kWh) dari listrik yang akan dihasilkan. 

Namun meskipun sudah ada kesepakatan dan hasil audit dari lembaga auditor profesional bertaraf internasional dari Selandia Baru, namun pada akhirnya PLN tidak menyetujui hasil audit tersebut.

"Saya marah sekali, makanya saya tinggalkan, waktu itu saya tidak tahu berapa kali gebrak meja, karena saya pengen bagaimana geothermal itu harus menjadi kenyataan di Indonesia, kita ini bisa jadi produsen geothermal terbesar di dunia," cerita Dahlan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya