Jadi 10 Negara Ekonomi Terbesar, RI Ogah Hidup dari Upah Murah

Pemerintah menilai Indonesia perlu meninggalkan ketergantungan terhadap investasi industri padat karya ke depan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 25 Apr 2014, 16:45 WIB
Sejumlah pekerja menyelesaikan proses pelintingan rokok di pabrik rokok PT. Djarum, Kudus, Jateng, Selasa (8/4). (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)
Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menilai Indonesia perlu meninggalkan ketergantungan terhadap investasi industri padat karya ke depan. Pasalnya Indonesia tak mampu lagi bersaing dengan negara lain yang menawarkan upah buruh murah. 
 
Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri menilai, tren investasi industri padat karya dan padat modal cenderung melambat di kurun waktu 2013-2014. Kondisi tersebut diperkirakan akan membaik pada 2015. 
 
"Ke depan harus (tinggalkan padat karya) tapi belum untuk saat ini. Karena kita nggak mungkin bersaing dengan Bangladesh yang upahnya cuma sepertiga dari kita atau bersaing dengan negara lain dengan upah buruh sangat murah," jelas dia di kantornya, Jakarta, Jumat (25/4/2014). 
 
Kata Chatib, Indonesia perlu mempertimbangkan hal itu mengingat negara ini diramalkan akan masuk dalam deretan 10 negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Saat ini, Indonesia tergabung dalam anggota G20. 
 
"Kita kan anggota G20 dan nanti akan menjadi 10 negara ekonomi besar dunia. Nggak bisa hidup dari upah buruh murah, jadi kualitas kesejahteraannya akan naik. Kalau nggak naik, buruh bilang dieksploitasi," ujarnya. 
 
Pemerintah, sambung dia, perlu meningkatkan produktivitas tenaga kerja melalui pelatihan, pendidikan dan sebagainya. Ke depan, Indonesia tak bisa lagi hanya mengandalkan upah buruh murah dan sumber daya alam.
 
"Orang dari AS cerita telah menemukan teknologi baru yang namanya shale gas. Itu akan membuat harga produksinya jauh lebih murah dan harga jual akan turun. Kalau kita terus produksi barang kayak zaman Belanda, kita yang kena. Jadi harus dirubah secara bertahap," terang dia. 
 
Terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa menilai Indonesia masih membutuhkan industri padat karya untuk menyerap tenaga kerja meskipun terjadi pergeseran tren industri saat ini.
 
"Ada suatu pergeseran dari industri berbasis padat karya termasuk industri primer ke padat modal yang serapan tenaga kerja lebih sedikit tapi produktivitas meningkat. Makanya kita harus hati-hati karena kita masih perlu industri padat karya," tutur dia. 
 
Hatta menambahkan, perlu mendorong hilirisasi industri yang mampu menyerap tenaga kerja tambahan. Namun investasi hendaknya tak membebani impor bahan baku dan bahan penolong.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya