Liputan6.com, Singapura - Rupiah berada di posisi kedua sebagai mata uang dengan pelemahan mingguan terparah di antara negara-negara Asia. Pelemahan itu disebabkan lambatnya laju pertumbuhan ekonomi China yang diprediksi akan mempengaruhi permintaan ekspor dari sejumlah negara lain di Asia.
Seperti dikutip dari Bloomberg melalui Bloomberg-JPMorgan Asia Dollar Index, Sabtu (26/4/2014), 10 mata uang dengan intensitas perdagangan paling aktif di Asia (selain Jepang) mencatatkan penurunan sebesar 0,5% ke level 115 poin sejak perdagangan pada 18 April di Singapura.
Advertisement
Sementara itu, rupiah tercatat melemah 1,3% menjadi 11.575 per dolar AS dan menjadi pelemahan mingguan terparah sejak November. Menyusul di bawahnya, rupee juga melemah 1,4% ke level 61,1275 per dolar AS pada periode yang sama.
Data manufaktur China menunjukkan adanya kontraksi hasil produksi di sejumlah pabrik pada minggu keempat April. Dana Moneter Internasional (IMF) bahkan memprediksi pertumbuham ekonomi China akan melambat ke level 7,5% pada 2014. Angka tersebut lebih rendah dari 7,7% tahun lalu.
"Kami melihat adanya potensi rilis data ekonomi yang negatif datang dari China. Mata uang negara-negara Asia tengah berusaha mempertahankan penguatan nilai tukarnya tahun ini. Beberapa sentimen dari dunia politik juga menjadi perhatian para investor saat ini," ungkap Ekonom Senior Mizuho Bank Vishnu Varathan di Singapura.
Sentimen lain yang menyebabkan fluktuasi mata uang di negara-negara Asia juga datang dari pemilihan umum yang digelar di Indonesia, India dan Thailand tahun ini.
Di Indonesia, hasil pemilihan legislatif yang tidak menunjukkan kejelasan pada awal April lalu mengundang ketidakpastikan babak pemilihan presiden pada Juli mendatang.
Sementara laporan indeks manufaktur China terbaru dari HSBC Holdings Plc dan Markit Economics pekan ini berada di level 48,3% pada April. Angka tersebut masih berada di bawah ekspektasi para analis di level 50%.