Alasan DPR Paksa Pemerintah Tagih Dividen Freeport

DPR mendesak pemerintah untuk segera menagih tunggakan dividen dari PT Freeport Indonesia tahun buku 2013.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 28 Apr 2014, 09:07 WIB
Ilustrasi Pertambangan (Foto:Antara)

Liputan6.com, Jakarta - DPR mendesak pemerintah untuk segera menagih tunggakan dividen dari PT Freeport Indonesia tahun buku 2013. Pasalnya, pemerintah telah mematok target penerimaan dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut di tahun ini sebesar Rp 40 triliun.

Ketua DPR Komisi VI, Airlangga Hartarto, mengaku penerimaan dividen sebesar Rp 40 triliun telah tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014. Terdiri dari Rp 10,3 triliun berasal dari perbankan, sedang sisanya sebesar Rp 29,7 triliun dari BUMN non perbankan.

"Sudah dianggarkan untuk tahun ini, jadi ya harus ditagih," kata dia kepada Liputan6.com seperti ditulis Senin (28/4/2014).

Airlangga mengungkapkan perusahaan tambang emas dan tembaga raksasa ini beralasan tak mampu menyetor dividen Rp 1,5 triliun lantaran memerlukan dana untuk membiayai belanja modal (capital expenditure/capex) di tahun ini.

Salah satunya membangun pabrik pemurnian minerba (smelter) seperti yang diamanahkan dalam Undang-undang (UU) Mineral dan Batu Bara (Minerba). Namun sampai saat ini, pemerintah mengaku anak usaha Freeport McMoran Copper & Gold Inc di Amerika Serikat (AS) itu belum menunjukkan kemajuan dari niat untuk menggarap smelter di Indonesia.

Airlangga bahkan menyebut, Freeport Indonesia malah menyetor keuntungan dari hasil mengeruk tambang di Tanah Air kepada induk usahanya dan menyebar dividen di AS.

"Mereka (Freeport Indonesia) perlu dana untuk capex. Tapi ternyata mereka (Freeport AS) bagi-bagi dividen hampir 80% dari profit. Dan dari profit itu, 23%-nya berasal dari Freeport Indonesia," tegas Airlangga.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa enggan menanggapi pembagian dividen Freeport Indonesia ke induk usahanya. Tapi menurutnya, tunggakan dividen harus segera diurus Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN. Sebab jatah itu akan masuk ke kas negara sebagai penerimaan dari perusahaan pelat merah.

"Itu harus ditagih. Dividen harus ada karena itu adalah hak negara," cetus dia.

Meski demikian, Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, tak ingin memaksa Freeport yang urung menyetor dividen. "Nggak maksa, karena sudah ada kontrak perjanjiannya. Jadi masih bisa dinegosiasikan lah," ujarnya.

Bambang mengaku, hampir seluruh perusahaan BUMN sudah menentukan dividen dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sehingga pemerintah terpaksa realistis terhadap hasil setoran dividen 2013. "Kalau nambah lagi (dividen) berat. Paling mending realistis saja," tandasnya.  

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya