Idris Sardi Jago Biola yang Jadi Mahasiswa di Usia 10 Tahun

Dalam belajar musik, Idris hanya boleh main musik klasik dengan metode klasik pula. Ia dilarang ayahnya untuk mencoba musik lain.

oleh Aditia Saputra diperbarui 28 Apr 2014, 13:00 WIB
Dalam belajar musik, Idris hanya boleh main musik klasik dengan metode klasik pula. Ia dilarang ayahnya untuk mencoba musik lain.

Liputan6.com, Jakarta Indonesia kembali kehilangan salah satu musisi kelas wahidnya. Dia adalah sang violinis Idris Sardi yang menghembuskan nafas terakhirnya, Senin (28/4/2014) karena sakit paru-paru. Sebelum meninggal, Idris Sardi memang sempat menjalani perawatan karena sakitnya.

Anak muda saat ini mungkin tak terlalu mengenal sosok ayahanda aktor Lukman Sardi itu. Namun, kiprah Idris Sardi di dunia musik tanah air memang tidak bisa dilupakan begitu saja. Kami mencoba mengantarkan pengenalan soal siapa sosok Si Biola Maut ini.

Idris Sardi lahir di Batavia yang sekarang sudah berubah menjadi Jakarta pada 7 Juni 1938. Idris adalah putra pertama dari pasangan Mas Sardi dan Hadidjah. Idris adalah anak keturunan Yogyakarta-Surakarta dari pihak ayah dan keturunan Ternate-Bugis-Banjarmasin dari pihak ibu.

Sejak kecil, darah seni memang sudah membuncah deras dalam tubuh Idris Sardi. Ini dia warisi mulai dari buyut, kakek, dan juga sang ayah yang memang terkenal sebagai pemusik dan menguasai banyak instrumen, seperti saksofon, klarinet, piano, dan biola.

Bila buyut dan kakeknya pernah tercatat sebagai pemusik di Keraton Yogyakarta pada masanya, maka sang ayah bahkan sudah bermusik sampai ke mancanegara. Ayah Idris memang tergabung dalam Sweet Java Opera di tahun 1937.

http://cdn1.production.liputan6.static6.com/medias/669427/big/Idris3.jpg?t=1525016222


Hingga akhir hayatnya, Idris Sardi dikenal tidak pernah lepas dengan biolanya dalam membawakan beberapa aransemen musik. Dalam sejarahnya, alat musik gesek ini merupakan cinta pertama Idris. Dia berkenalan dengan biola ketika usianya masih sangat muda, 5 tahun. Di usia itu, anak-anak lain mungkin masih akrab dengan mainan lainnya seperti mobil-mobilan, yoyo, layang-layang atau sedang gandrung-gandrungnya menendang bola.

Tapi Idris Sardi justru memilih tekun belajar musik di bawah bimbingan sang ayah. Ia juga rajin mendengarkan lagu klasik dari piringan hitam untuk mengisi pengetahuan musiknya. Masa itu, biola kecil ukuran usia Idris Sardi belum ada di Jakarta.

Pada usia 7 tahun, untuk lebih mengenal lagi nada-nada musik, Idris mendapat tambahan teori musik dan piano. Di usia kurang lebih 9 tahun, barulah secara resmi Idris mulai memainkan biola. Ketika itu ia terpaksa memainkan biola besar milik sang ayah. Ukuran besar ini mempengaruhi kelancaran Idris dalam melatih jari yang harus tepat posisi agar tidak sumbang. Namun hal itu tidak mengurangi semangat Idris untuk berlatih. Sebab sejak masa itu ia telah mencetuskan cita-cita di dalam hatinya: menjadi pemusik yang baik ketika dewasa nanti. Meski dia tak pernah membayangkan, bahwa ia memiliki bakat sangat besar bermain biola.

Dalam belajar musik, Idris hanya boleh main musik klasik dengan metode klasik pula. Ia dilarang ayahnya untuk mencoba musik lain.
"Bapak yakin betul pendidikan musik klasik mempunyai pengaruh pada semua hal, dari mulai jalan pikiran sampai kejiwaan. Kalau sudah menguasai musik klasik, barulah dibolehkan main musik apa saja. Karena dasarnya sudah dikuasai. Hikmahnya adalah, saya jadi harus bisa menahan diri. Dalam kehidupan, semua itu ada proses dan tahapan-tahapannya...," kata Idris Sardi seperti dikutip dari buku 'Idris Sardi, Perjalanan Maestro Biola Indonesia' yang ditulis politisi Fadli Zon.

Ajaib dan luar biasa! Begitulah pandangan banyak orang terhadap Idris Sardi kecil. Ketika anak lain harus berjuang memasuki Sekolah Musik di Yogyakarta, Idris Sardi yang ketika itu masih menempuh pendidikan di Sekolah Keputran I Yogyakarta, justru diterima sebagai mahasiswa luar biasa di sana. Ketika itu umurnya baru sepuluh tahun, tapi Nikolai Varfolomeyev, pimpinan Sekolah Musik sudah jatuh cinta tanpa ampun.


http://cdn1.production.liputan6.static6.com/medias/669428/big/Idris+Sardi2.jpg?t=367450062

Nikolai adalah seorang musikus Rusia. Ia mantan pemain cello pada Orkes Philharmonic Tsar (Rusia). Sebagai pimpinan Sekolah Musik di Yogyakarta, Nikolai terkenal sangat ketat dalam melakukan seleksi kepada anak-anak yang akan diangkat jadi muridnya. Ketika melakukan tes terhadap Idris, ia memastikan bahwa kemampuan Idris bermain biola di atas rata-rata anak seusianya. Ia langsung menerima Idris dengan gembira.

Selanjutnya, perjalanan Idris menimba ilmu musik di Yogyakarta membentang dari tahun 1949 sampai 1953. Pada masa itu ia harus berpisah dengan keluarganya, terutama dengan adik-adiknya. Selama belajar musik, ia juga berkesempatan tampil di RRI Yogyakarta dalam siaran langsung setiap Minggu Pagi dengan repertoar musik klasik.

Pada jam-jam tertentu ia juga memanfaatkan waktu dengan mengisinya secara normal, seperti anak-anak remaja lain. Terkadang ia bermain kelereng, catur, jalan-jalan ke alun-alun, makan martabak, atau sesekali ke bioskop kalau ada film perang, cowboy, atau sejarah.

Namun secara keseluruhan, Idris tak menyia-nyiakan waktu belajar musiknya selama di Yogyakarta. Didikan dan tempaan bermusik itu ternyata tidak sia-sia. Idris semakin piawai menggesek biola. Namanya semakin dikenal. Tak heran bila pada 1951, Idris yang masih bercelana pendek, telah diangkat sebagai solist concertmaster pada Orkes Sekolah Musik di Yogyakarta. Di Orkes tersebut Idris bersanding dengan Suyono. Rata-rata siswa Sekolah Musik yang ada di orkes tersebut berusia di atas 20 tahun.

http://cdn0.production.liputan6.static6.com/medias/669430/big/Idris+2.jpg?t=16944195

Pada 1953, ketika Idris Sardi berusia 15 tahun, sang ayah meninggal dunia. Idris pun harus kembali ke Jakarta. Di Jakarta, ia mengikuti audisi menjadi anggota Orkes Studio Djakarta (OSD) pimpinan Saiful Bachri. Pada masa itu OSD mampu memainkan berbagai repertoar, mulai dari lagu klasik sampai lagu Melayu, kroncong, Minang, Sunda dan Barat. Di kelompok musik ini Idris diterima dan bahkan mendapat posisi tinggi sebagai concertmaster. Padahal masa itu sehari-hari Idris masih mengenakan celana pendek.

"Akhirnya semua memang bisa berjalan. Bermodal jari-jari tangan serta pengetahuan musik, bekal dari Bapak semasa hidup dan juga guru-guru, saya sanggup menghadapi tantangan hidup sejak usia mudia. Itu anugerah besar. Saya sangat bersyukur," kata Idris.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya