Ahli Psikologi Forensik Sebut Teddy Minahasa Tak Beri Perintah Penukaran Sabu dengan Tawas

Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menyebut perintah Teddy Minahasa soal penukaran sabu dengan tawas sulit untuk dibuktikan

oleh Fachrur Rozie diperbarui 19 Apr 2023, 21:58 WIB
Terdakwa Mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa Putra seusai menjalani sidang perdana kasus narkoba di PN Jakarta Barat, Kamis (2/2/2023). Sebelumnya, pada Rabu (1/2/2023), enam anak buah Teddy Minahasa sudah lebih dulu menjalani sidang perdana dalam kasus yang sama di PN Jakarta Barat. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Kasus peredaran narkoba yang menjerat mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, pada Selasa 18 April 2023. Agenda sidang yakni pembacaan replik Jaksa penuntut umum (JPU) atas nota pembelaan atau pledoi Teddy Minahasa.

Tim kuasa hukum Teddy Minahasa menilai replik yang disampaikan JPU itu tidak ada yang baru.

"Baru saja kita dengarkan replik dari JPU, jadi kita nilai tidak ada hal baru sebenarnya, itu hanya pengulangan dari surat tuntutan," ujar Anthony Djono, tim kuasa hukum Teddy Minahasa kepada wartawan, Selasa 18 April 2023.

Sementara Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menyebut perintah Teddy Minahasa soal penukaran sabu dengan tawas sulit untuk dibuktikan. Menurut Reza, Teddy Minahasa tidak bisa disimpulkan sebagai pemimpin yang memberikan perintah jahat kepada AKBP Doddy Prawiranegara. 

"Teddy Minahasa tidak memberikan perintah penukaran sabu dengan tawas. Atau, dalam kalimat saya, isi WhatsApp (percakapan) Teddy Minahasa kepada Doddy Prawiranegara tidak bisa dimaknai secara absolut sebagai perintah salah atau perintah jahat," kata Reza Indragiri Amriel kepada Liputan6.com, Rabu (19/4/2023).

"Teddy Minahasa tidak bisa disimpulkan sebagai orang atau pimpinan yang memiliki criminal intent atau niat jahat," Reza menambahkan.


Perintah Jahat Atasan

Infografis Sederet Hal Beratkan Tuntutan Mati Irjen Teddy Minahasa. (Liputan6.com/Trieyasni)
Reza mengatakan, pengakuan Doddy Prawiranegara yang menyebut ditekan Teddy Minahasa untuk melakukan perbuatan melanggar hukum hanya drama semata. Menurut dia, hal itu tidak bisa dibuktikan di persidangan. 
 
"JPU akhirnya bisa paham bahwa klaim Doddy Prawiranegara tentang 'perintah jahat dari atasan yang sangat berkuasa dan tidak sanggup dia elakkan' adalah dramatisasi belaka. Klaim kosong untuk mengalihkan tanggung jawab pidana," kata Reza.
 
"Dalam istilah psikologi forensik, Superior Order Defence yang Doddy Prawiranegara angkat ternyata tidak meyakinkan JPU. Prediksi saya, majelis hakim pun nantinya tidak akan menerima pembelaan diri Doddy Prawiranegara tersebut," sambungnya. 
 
Sementara itu, beredar surat tuntutan jaksa penuntut umum dengan hukuman mati bertuliskan tulisan tangan. Tak hanya itu, unsur pasal dalam surat tuntutan tersebut pun ada yang dicoret dengan menggunakan pulpen. 
 

Coretan dalam Surat Tuntutan

Tulisan 'mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang' terlihat dicoret dalam poin 1 romawi. Menurut Reza, coretan dalam surat tuntutan itu mengesikan JPU sepakat dengan pleiodoi pribadi Teddy Minahasa.

"Ini mendekonstruksi pandangan bahwa Teddy Minahasa adalah bandit sabu. Dua simpulan dalam pledoi pribadinya sangat layak diamini," kata dia.

Selanjutnya, sidang lanjutan kasus narkoba Irjen Teddy Minahasa akan kembali di gelar dengan agenda duplik pada 28 April 2023 mendatang. Teddy Minahasa dalam kasus ini dituntut hukuman mati oleh JPU.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya