3 Instansi Diminta Kerja 24 Jam Awasi Pergerakan Ekonomi Global

Bank Sentral Amerika Serikat yang akan kembali mengeluarkan kebijakan moneternya dalam waktu dekat ini diprediksi akan memperngaruhi RI

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 30 Apr 2014, 12:14 WIB
Bank Sentral Amerika Serikat yang akan kembali mengeluarkan kebijakan moneternya dalam waktu dekat ini diprediksi akan memperngaruhi RI

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta 3 instansi yakni Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk bersiaga 24 jam mengantisipasi setiap perubahan perekonomian global yang terjadi.

Dia mencontohkan, Bank Sentral Amerika Serikat (AS) yang akan kembali mengeluarkan kebijakan moneternya dalam waktu dekat ini.

"OJK, Kemenkeu dan LPS itu harus bekerja terus untuk mengantisipasi jika tiap jam muncul gejolak baru. Kita bisa melihat apa yang terjadi di tingkat dunia. The Fed akan mengeluarkan policy yang akan mempengaruhi. Jadi 24 jam berjaga-jaga," kata SBY pada acara Musrenbangnas 2014 di Jakarta, Rabu (30/4/2014).

Menurut SBY, setiap kebijakan The Fed perlu diawasi karena bisa memberikan dampak bagi bursa saham Indonesia, nilai tukar rupiah, kepercayaan pasar, current account, dan sebagainya.

Dia juga meminta instansi pemerintah terkait melakukan pengelolaan fiskal dan anggaran dengan baik sambil memperhatikan kondisi fluktuatif perekonomian global.

Sejak pertengahan tahun lalu, pengumuman rencana Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) untuk mengurangi pembelian obligasinya dari jumlah US$ 85 miliar per bulan telah menggoyahkan perekonomian Indonesia dan sejumlah negara berkembang lainnya.

Nilai tukar rupiah terkulai parah menghadapi rencana tersebut. Dengan pelemahan nilai tukar mencapai lebih dari 20% terhadap dolar AS, rupiah menjadi mata uang terburuk di Asia.
Bahkan hingga Desember 2013, dana asing yang kabur dari pasar modal Indonesia tercatat mencapai Rp 21 triliun.

Perekonomian Indonesia juga diguncang dengan pembengkakan defisit perdagangan dan defisit transaksi berjalan akibat volume impor yang sangat tinggi. Kekhawatiran investor terhadap kebijakan The Fed juga menjadi faktor eksternal pemicu terjadinya pembengkakan defisit transaksi berjalan di Tanah Air.


AS memang tidak pernah bermain-main dengan ucapannya. Sejak Desember tahun lalu, The Fed benar-benar menarik dana stimulusnya (tapering) dengan mengurangi jumlah pembelian obligasinya sebesar US$ 10 miliar menjadi US$ 75 miliar per bulan.

Janet Yellen yang pada Januari 2014 menggantikan Ben Bernanke sebagai gubernur The Fed baru ternyata tetap melanjutkan program tapering tersebut.

Hingga Maret, The Fed telah mengurangi program pembelian obligasinya hingga US$ 30 miliar menjadi US$ 55 miliar per bulan saja.

The Fed rencananya akan mengumumkan rilis kebijakannya setelah dua hari menggelar pertemuan Federal Open Market Commiittee (FOMC) pada Rabu (30/4/2014) waktu setempat.

Sejumlah ekonom memprediksi The Fed tetap akan mempertahankan aksi taperingnya yang dijanjikan berjalan bertahap dengan nominal penarikan yang sama.(Fik/Sis/Nrm)



 

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya