RI Terancam Gagal Hadapi Pasar Bebas ASEAN

Pemerintah belum memberikan perubahan kebijakan untuk melindungi nelayan dan petani Indonesia jadi ancaman hadapi pasar bebas ASEAN.

oleh Septian Deny diperbarui 01 Mei 2014, 09:15 WIB
Sawah yang mengering akibat kekeringan (Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan segera berlangsung pada akhir 2015. Dalam pasar bebas ini, baik kualitas produk maupun keterampilan tenaga kerja menjadi penentu apakah sebuah negara yang ikut dalamnya mampu bersaing dengan negara lain.

Hal ini tidak terkecuali dalam sektor perikanan dan pertanian, MEA akan mendorong liberalisasi pangan melalui integrasi kedua sektor tersebut.

Namun Indonesia for Global Justice (IGJ) menilai strategi dan persiapan Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 berpeluang gagal. Hal ini ditandai dengan tidak adanya perubahan kebijakan guna memaksimalkan perlindungan bagi nelayan dan petani Indonesia.   

Direktur Eksekutif IGJ, Riza Damanik mengatakan, pertumbuhan penduduk Indonesia masih tinggi, konsumsi pangan dan perikanan terus meningkat, serta 80%-90% kebutuhan konsumsi pangan domestik Indonesia bersumber dari produksi petani dan nelayan kecil.

"Maka, kegagalan melindungi petani dan nelayan akan menggeser MEA 2015 dari peluang menjadi ancaman serius bangsa," kata Riza dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (1/5/2014).

Dia memaparkan, berdasarkan data BPS, Nilai Tukar Petani (NTP) di sepanjang tahun 2013 mengalami penurunan sebesar -3,71%. Per Januari 2013 NTP berada pada level 105,67 dan pada Desember 2013 NTP telah berada pada level 101,96.

Selain itu, Nilai Tukar Nelayan (NTN) pun mengalami hal yang serupa, per Maret 2013 NTN berada pada level 105,19 dan pada Maret 2014 nilainya menurun menjadi sebesar 103,38.
 
Riza menilai, selama ini evaluasi terhadap kebijakan subsidi belum juga dijawab dengan solusi yang tepat. Misalnya saja alokasi Rp 17,7 triliyun subsidi benih dan pupuk bagi petani yang justru digunakan untuk memperbesar kapasitas industri pangan. Atau, subsidi BBM bagi nelayan yang belakangan diketahui 70% diantaranya justru dinikmati pelaku industri.

"Diperlukan strategi baru perlindungan petani dan nelayan Indonesia, terlebih dalam menghadapi MEA 2015. Strategi dimaksud meliputi intervensi negara dalam mereduksi hegemoni industri dalam kegiatan hulu-hilir pertanian maupun perikanan rakyat," kata Riza.

Sebagai informasi,  Indonesia merupakan produsen terbesar ikan di dunia dengan total produksi sebesar 19,56 juta ton pada 2013, dan produsen terbesar beras di dunia sebesar 36,55 juta ton.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya