93% Bocah di Negara Ini Sudah Jadi Buruh Sejak Umur 5 Tahun

Meski seharusnya belajar di sekolah, tapi hampir semua anak di Bangladesh sudah menjadi buruh sejak berusia 5 tahun.

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 01 Mei 2014, 20:30 WIB
(Foto: Dailymail.co.uk)

Liputan6.com, Dhaka - Anak-anak kecil seharusnya menghabiskan lebih banyak waktu untuk belajar dan mengenyam pendidikan sejak usia dini. Tapi itu semua hampir mustahil ditemukan di Bangladesh di mana hampir seluruh anak kecil di sana telah bekerja sebagai buruh pabrik.

Seperti dikutip dari Daily Mail, Kamis (1/5/2014), sebanyak 93% anak-anak berusia di bawah 14 tahun bekerja secara ilegal di Bangladesh.

Laporan Organisasi Buruh Internasional (ILO) menunjukkan, lebih dari satu juta anak terlibat dalam dunia kerja buruh yang berbahaya di negara tersebut.

Di sejumlah pabrik, anak-anak kecil berusia mulai dari lima tahun terlihat bekerja menjadi buruh bersama kedua orangtuanya. Rata-rata bekerja sebagai pengemas produk hingga sekadar mewarnai cairan balon.

Meskipun telah berkali-kali terjadi pabrik ambruk di Dhaka, Bangladesh hingga menelan korban jiwa, tetapi banyak orang tetap bekerja di tengah situasi yang berbahaya.

Bahkan laporan ILO lainnya menunjukkan, sedikitnya 7,4 juta anak berusia 5 hingga 17 tahun terlibat dalam pergolakan kegiatan ekonomi negara.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 1,3 juta anak mengemban tugas di tengah situasi kerja yang berbahaya. Sejauh ini, pemerintah Bangladesh mensyaratkan batas minimal usia tenaga kerja adalah 14 tahun.

Faktanya, menurut UNICEF, sebanyak 93% anak-anak diterima bekerja di pabrik dan industri rumahan bersama kedua orangtuanya. Kemiskinan menjadi faktor utama yang memicu para orangtua mempekerjakan anak-anaknya.

Bahkan sebagian orangtua berani mempekerjakan anaknya di bidang konstruksi dan pabrik daur ulang yang notabene berbahaya. Ironisnya, anak-anak tersebut justru dibayar dengan upah yang jauh lebih rendah dari orang dewasa.

Anak berusia 5 tahun hingga 17 tahun dibayar dengan upah minimum US$ 66 per bulan. Padahal kebanyakan darinya telah bekerja lebih dari 12 jam per hari. Tak jarang, banyak anak memilih bekerja menjadi kuli pabrik dibanding berangkat ke sekolah.

"Jam kerja yang panjang, upah rendah, keterbatasan pasokan pangan, dan situasi kerja yang berbahaya dapat membahayakan kesehatan dan fisik anak. Pekerja cilik juga berpotensi terkena kekerasan, perilaku tidak pantas serta diskriminasi dalam menjalani pekerjaannya," seperti ditulis dalam laporan UNICEF.

Tak cukup sampai di situ, anak-anak juga dibiarkan bekerja di sektor pertanian. Bocah cilik berusia rata-rata lima tahun itu dipaksa bekerja dengan beban kerja yang berat dan menggunakan peralatan berbahaya. (Sis/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya