RI Kena Krisis Ekonomi, Pegawai Non PNS Jadi Korban Pertama PHK

Negara akan merumahkan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sebagai yang pertama kali jika terjadi krisis ekonomi di Indonesia.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 02 Mei 2014, 17:01 WIB
Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan reformasi birokrasi di Indonesia lewat Undang-undang Aparatur Sipil Negara.

Liputan6.com, Jakarta - Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) selalu menjadi momok bagi setiap pekerja, termasuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang merupakan istilah lain dari pegawai honorer. Selain hanya karyawan kontrak, masa depan PPPK akan sangat bergantung pada kondisi dan situasi perekonomian Indonesia.

Wakil Menteri Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB), Eko Prasodjo mengatakan, dalam perjanjian yang tertuang dalam kontrak, negara akan merumahkan PPPK sebagai yang pertama kali apabila terjadi krisis ekonomi di Indonesia.

Dengan kata lain, PPPK adalah korban yang harus menanggung derita pertama kali saat badai krisis menerjang. "Kalau ada krisis ekonomi dan negara tidak mampu lagi membiayai gaji pegawai, maka yang pertama kali di-lay off adalah PPPK. Di kontrak perjanjian kerja jelas tertulis dan mereka harus bersedia diberhentikan," tegas dia ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (2/5/2014).

Menurut Eko, cara semacam ini sudah dilakukan di berbagai negara karena pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja ini merupakan yang paling fleksibel untuk di PHK.

Dalam Undang-undang Aparatur Sipil Negara (ASN), kata dia, perbedaan antara PPPK dengan PNS, antara lain :

1. PPPK dapat dikontrak minimal satu tahun dan bisa diperpanjang menjadi 5 tahun, 10 tahun atau 30 tahun sesuai kebutuhan, kompetensi yang dimiliki, kinerja yang ditunjukkan.

2. Tidak ada pengangkatan PPPK ke PNS secara otomatis. Jika ingin menjadi PPPK harus ikut jalur tes PPPK dan bila ingin berstatus PNS, ikut seleksi sesuai tata cara PNS.

"Hal ini sudah tercantum dalam UU Nomor 5 Tahun 2014, jadi nggak kayak pegawai honorer lagi yang bisa langsung diangkat PNS," ucap Eko.

3. PPPK khusus mengisi pos-pos jabatan fungsional, sedangkan PNS untuk jabatan struktural. Sebab PNS memang diharapkan menjadi policy maker dan diarahkan untuk menjadi pimpinan, seperti camat, kepala dinas, sampai direktur jenderal. Sementara pemerintah akan lebih banyak menempatkan PPPK untuk jabatan auditor, akuntan, dosen, guru, pustakawan, arsiparis, analis kebijakan atau yang bersifat fungsional.

Eko menyebut, PPPK yang diberhentikan karena krisis ekonomi tetap akan mendapat jaminan pensiun yang masuk dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). "Kalau untuk pesangon kan, PPPK setiap bulan membayar iuran bersama pemerintah. Jadi iuran yang terkumpul itu dapat digunakan sebagai pesangon," tandasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya