Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 120 bank beroperasi di Indonesia membuat industri perbankan nasional mengalami obesitas. Kondisi ini dinilai membuat industri ini tidak efisien.
"Jumlah bank di Indonesia saat ini 120, sedangkan Singapura tidak lebih dari 3 bank, sisanya bank asing. Malaysia sekitar 37 bank," kata Kepala Ekonom BNI Ryan Kiryanto di Jakarta, Sabtu (3/5/2014).
Tak hanya jumlah yang besar, segmentasi bank yang beroperasi di Indonesia juga tidak jelas. Bank besar dan bank kecil, semuanya bermain di lahan yang sama. Kondisi ini harus segera dibenahi mengingat Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mulai 1 Januari 2016.
"Untuk keuangan itu dimulai 2020. Tapi itu bukan waktu lama, sudah ada di depan mata. Kalau small bank itu bersaing dengan DBS Singapura atau Maybank apa bisa?" jelasnya.
Untuk itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mesti membuat semacam roadmap atau blue print dalam menghadapi MEA. Di dalam roadmap tersebut diputuskan ke mana arah pengembangan perbankan nasional.
"Sebaiknya dilakukan konsolidasi, bisa secara natural, bisa market driven. Konsolidasi ini bisa melalui jalur merger atau akuisisi.
Konsolidasi ini menjadi hal yang wajib dilakukan agar agar ukuran kekuatan bank Indonesia tidak kalah dengan negara ASEAN yang lain. "Konsolidiasi itu keharusan ke depan kalo tidak size-nyaakan kalah dengan ukuran tetangga. Sebut saja Singapura, Malaysia dan Thailand. Itu sizenya mengalahkan bank aset terbesar di Indonesia,"
Sementara untuk bank-bank kelas menengah ke bawah mesti melakukan penguatan modal, baik organik maupun anorganik. Untuk organik akan berisiko karena konsekuensinya membutuhkan waktu yang lama.
Advertisement
Sementara ia berpesan, agar bank-bank di Indonesia mulai melihat keadaannya masing-masing. Jika tetap dibiarkan tumbuh seperti ini, lanjutnya bank Indonesia akan kalah saing dengan bank ASEAN yang lain.
"Tugas utama OJK membuat peta jalan yang baik untuk masing-masing bank, maupun industri perbankan secara keseluruhan," paparnya.