Liputan6.com, Washington Beberapa tahun yang lalu, Indonesia mengalami beberapa peristiwa kerusuhan SARA yang amat merusak di berbagai daerah, semisal kerusuhan Ambon dan Poso. Para pelaku terbukti sangat terlatih dan mahir dalam bertempur hingga menyulitkan pemulihan keamanan di daerah-daerah konflik.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menengarai adanya keterlibatan para "lulusan" pertempuran di Afghanistan yang pulang kembali ke Indonesia setelah Soviet hengkang dari Afghanistan akhir abad 20 lalu.
Advertisement
Berbekal semangat, ilmu, pengetahuan, dan kemahiran yang dibawa dari Afghanistan, para petempur ini kembali ke Indonesia dan banyak yang melibatkan diri dalam beberapa konflik yang cukup merepotkan penegak hukum Indonesia.
Sekarang ini, krisis Suriah dipandang sebagai wahana "latihan" baru bagi para petempur dari seluruh dunia --semacam kawah candradimuka untuk saling berbagi, berlatih, dan bertukar pikiran antarwarga berbagai negara di dunia.
Kekhawatiran ini diungkapkan oleh pihak intelijen dunia Barat, semisal AS dan Eropa, terutama karena banyaknya warga negara AS dan Eropa yang sekarang ini ikut menceburkan diri dalam prahara di Suriah.
Belajar dari kekhawatiran kalangan penegak hukum AS dan Eropa, pemerintah Indonesia juga harus waspada dengan kemungkinan arus balik dari Suriah ke Indonesia.
Beriktu ini laporan kekhawatiran tersebut sebagaimana dikutip dari Associated Press pada 2 Mei 2014 sebagai berikut:
Membanjirnya petempur asing ke Suriah semakin deras dalam beberapa bulan belakangan ini, dan beberapa puluh warga negara Amerika Serikat menceburkan diri dalam konflik di sana bersama dengan ribuan warga Eropa, demikian diungkapkan hari Jumat lalu oleh Direktur FBI James Comey.
Para penegak hukum Amerika Serikat (AS) menyatakan keresahan mereka tentang pengaruh militan sungguhan di Suriah, yang kebanyakan terhubungn dengan Al Qaeda, selagi para para pendatang itu berupaya mendongkel Presiden Bashar Assad.
Menurut para penegak hukum itu, para petempur dari AS dan Eropa yang bergabung dengan pergerakan di Suriah dapat dengan mudah terpengaruh dan membawa pulang pengaruh-pengaruh itu ketika kembali ke rumah.
Comey mengatakan, sejumlah warga AS yang telah bepergian ke Suriah atau merencanakan melakukan hal itu telah semakin banyak jumlahnya menjadi beberapa puluh orang sejak awal tahun ini saja, dan adanya orang-orang AS di Suriah yang mencoba mengajak yang lainnya untuk pergi ke Suriah.
Comey membandingkan keadaan ini dengan Afghanistan masa lalu ketika ribuan kaum muslim dari seluruh dunia bepergian ke negeri itu selama 10 tahun pendudukan Soviet dan kembali pulang membawa semangat jihad yang meluap-luap, dan terkadang malah berpikir untuk menggulingkan pemerintahannya sendiri.
"Kita semua yang masih ingat tahun 80-an dan 90-an menyaksikan adanya benang merah dari Afghanistan tahun 80-an dan 90-an dengan peristiwa 11 September," katanya. "Kita melihat Suriah seperti itu, tapi dengan kekuatan yang lebih lagi, karena lebih banyak lagi petempur asing yang akan ke sana dan negeri itu lebih mudah dimasuki."
Ia menambahkan, "Kami bertekad untuk tidak membiarkan adanya benang merah ini dari Suriah sekarang menuju 9/11 baru."