Liputan6.com, Jakarta - Saham emiten konstruksi tercatat mengalami kenaikan signifikan sepanjang tiga bulan pertama 2014. Kenaikan harga saham emiten konstruksi ini didukung dari kinerja fundamental dan proyek infrastruktur masih dilakukan oleh pemerintah.
Berdasarkan data RTI, saham PT Adhi Karya Tbk (ADHI) salah satu top gainer sepanjang tiga bulan pertama 2014. Saham ADHI naik 98,34% dengan ditutup ke level Rp 2.995 pada 28 Maret 2014.
Advertisement
Saham ADHI sempat berada di level tertinggi Rp 3.110 per saham dan terendah Rp 1.425 per saham. Perusahaan konstruksi BUMN berada di posisi pertama mencetak kenaikan tertinggi di antara emiten konstruksi.
Kedua, saham PT Waskita Karya Tbk (WSKT). Harga saham PT Waskita Karya Tbk (WSKT) naik 87,65% menjadi ke level Rp 760 per saham pada 28 Maret 2014. Saham WSKT berada di level tertinggi Rp 820 per saham dan terendah Rp 402 per saham.
Saham PT Total Bangun Persada Tbk (TOTL) mencetak kenaikan tertinggi ketiga sepanjang tiga bulan pertama 2014. Saham TOTL naik 68% menjadi Rp 840 per saham.
Lalu urutan keempat, saham PT PP (Persero) Tbk membukukan kenaikan harga saham 57,76% menjadi Rp 1.830 per saham. Saham PTPP sempat berada di level tertinggi Rp 1.850 dan terendah Rp 1.105 per saham.
Perusahaan konstruksi BUMN lainnya yang cetak kenaikan tertinggi yaitu PT Wijaya Karya Tbk. Saham WIKA naik 51,27% secara year to date menjadi Rp 2.390 per saham pada 28 Maret 2014. Saham WIKA sempat berada di level tertinggi Rp 2.505 per saham dan terendah Rp 1.580 per saham.
Menurut Analis Recapital Securities, Agustini Hamid melihat kenaikan harga saham emiten konstruksi didukung dari kinerja fundamental. Proyek Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) telah mendorong kinerja emiten konstruksi terutama BUMN.
Alokasi anggaran proyek MPE3I itu antara lain untuk belanja infrastruktur dari tahun 2011- 2025 diperkirakan sebesar Rp 1,78 triliun. Komposisi terbesar untuk energi sebesar Rp 681 miliar, pembangunan jalan sebesar Rp 339 miliar, pembangunan untuk jalur kereta (railway) sebesar Rp 326 miliar dan sisanya digunakan untuk telekomunikasi, pelabuhan laut, pelabuhan udara dan air serta infrastruktur lainnya.
"Atas dasar MP3EI tersebut menyebabkan total kontrak yang dihadapai emiten konstruksi mengalami kenaikan yang cukup signifikan," kata Agustini saat dihubungi Liputan6.com, Senin (5/5/2014)
Akan tetapi, proyek infrastruktur diperkirakan melambat pada 2014 seiring dinamika politik. Kenaikan suku bunga acuan mencapai 7,5% juga mempengaruhi kinerja emiten konstruksi pada 2014. "Emiten kontruksi cenderung wait and see menunggu pemerintah yang baru," ujar Agustini.