Liputan6.com, Jakarta - Kabar baik bagi pengusaha sayur dan buah atau hortikultura. Pemerintah melalui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 21 April 2014 menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2014 tentang Pemberian Fasilitas dan Insentif Usaha Hortikultura.
Melansir laman Sekretariat Kabinet, Selasa (6/5/2014), pemerintah menilai selama ini subsektor hortikultura memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi sektor pertanian maupun perekonomian.
Advertisement
Sumbangan tersebut dapat dilihat pada produk domestik bruto, besarnya jumlah rumah tangga yang bergantung pada subsektor hortikultura, penyerapan tenaga kerja, dan pengaruhnya pada perekonomian regional.
Selain mempunyai sumbangan yang cukup berarti pada sektor pertanian, hortikultura juga berperan penting dalam sektor pariwisata dan budaya.
Usaha hortikultura yang dimaksud segala hal yang berkaitan dengan buah, sayuran, bahan obat nabati, termasuk di dalamnya jamur, lumut, dan tanaman air.
PP tersebut menegaskan, pemerintah dan/atau pemerintah daerah mengutamakan pemberian fasilitas dan insentif kepada usaha hortikultura yang merupakan:
a. Usaha hortikultura mikro dan kecil; b. Usaha hortikultura yang ramah lingkungan; c. Usaha hortikultura yang mengembangkan komoditas unggulan nasional dan daerah; d. Usaha budidaya organik (menggunakan bahan alami, menjaga keseimbangan lingkungan dan siklus lainnya); dan/atau e. Usaha hortikultura yang bergerak di bidang penelitian dan pengembangan (memenuhi kriteria baru, aplikatif, memberi nilai tambah, bermanfaat bagi masyarakat dan tidak bertentangan dengan nilai sosial, budaya dan lingkungan).
Pengertian usaha hortikultura ramah lingkungan adalah: a. Tidak membahayakan kesehatan manusian; b. Melindungi keselamatan manusia; c. Tidak membahayakan hewan, tumbuhan, dan sumber daya hortikultura lainnya; dan d. Mengikuti kaidah konservasil lahan dan air.
Adapun yang dimaksud dengan usaha hortikultura yang mengembangkan komoditas unggulan nasional dan daerah adalah menghasilkan produk hortkultura yang memiliki daya saing, dan memperhatikan kearifan lokal.
“Komoditas unggulan sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh Menteri, untuk komoditas unggulan nasional; Gubernur untuk komoditas unggulan provinsi; dan Bupati/Walikota untuk komoditas unggulan kabupatan/kota,” bunyi Pasal 6 Ayat (4) PP tersebut.
Fasilitas yang bisa diberikan dalam usaha hortikultura ini meliputi: a. Kemudahan perizinan; b. Pemanfaatan lahan; c. Penjaminan; d. Akses permodalan; e. Pemasaran; dan/atau f. Kemudahan kerjasama/kemitraan.
Kemudahan perizinan yang diberikan bagi usaha hortikultura itu meliputi informasi perizinan dan pelayanan perizinan. “Informasi perizinan sebagaimana dimaksud paling sedikit meliputi informasi mengenai jenis izin usaha, persyaratan, tata cara pemberian izin, biaya, dan jangka waktu penerbitan izin.
Sementara pelayanan perizinan sebagaimana dimaksud meliputi izin usaha perbenihan, budidaya, panen dan pascapanen, pengolahan, penelitian, wisata agro, dan distribusi, perdagangan, dan pemasaran.
“Kemudahan pelayanan perizinan meliputi penyederhanaan persyaratan, ketepatan waktu pelayanan, keringanan biaya, dan penyederhaan prosedur,” bunyi Pasal 12 Ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2014 itu.
Dalam PP ini juga disebutkan, pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya memfasilitasi pemanfaatan lahan kepada pelaku usaha mikro dan kecil untuk pengembangan hortikultua, meliputi tanah yang sudah diberikan hak oleh negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan atas dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan.
“Pemanfaatan lahan sebagaimana sebagaimana dimaksud tidak termasuk tanah yang sudah diberikan hak oleh Negara berupa Hak Milik atau Hak Guna Bangunan atas nama perseorangan yang secara tidak sengaja tidak diperguanakan sesuai dengan keadaan, atau sifat dan tujuan pemberian haknya; dan tanah yang dikuasi oleh pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung dan sudah berstatus atau belum berstatus Barang Milik Negara/Daerah,” bunyi Pasal 13 Ayat (2a,b) PP tersebut.
Adapun fasilitas danbagi usaha hortikultura dalam bentuk penjaminan diberikan dalam bentuk imbal jasa jaminan dan pembagian risiko, yang diberikan melalui lembaga penjamin berdasarkan penugasan pemerintah dan/atau pemerintah daerah, dan disediakan secara proporsional oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah kepada bank yang ditugasi melakasanakan pembagian risiko.
Dalam PP ini disebutkan, bahwa pelaku usaha mikro dan kecil usaha hortikultura mendapatkan akses permodalan oleh lembaga keuangan yang ditugasi oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Akses permodalan sebagaimana dimaksud berupa kemudahan: a. Mendapatkan subsidi bunga dan/atau yang dipersamakan dalam praktik lembaga keuangan syariah; dan/atau b. Pinjaman dengan penjaminan dan/atau pimjaman tanpa agunan.
PP ini juga menegaskan adanya fasilitas pemasaran untuk kelancaran pemasaran produk hortikultura yang meliputi: sistem informasi pasar, promosi, kemudahan ekspor, pendampingan pemasaran, kelembagaan; dan/atau hortikultura.
Sementara terkait pemasaran, PP ini menegaskan, pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan pasar hortikultura (dalam bentuk pengaturan, pembangunan, pengelolaan, dan pengawasan pasar fisik dan non fisik) kepada Pelaku Usaha.
Adapun bentuk insentif yang diberikan bagi pelaku usaha hortikultura meliputi: a. Keringanan pajak dan retribusi; b. Peningkatan kualitas parasarana hortikultura; c. Bantuan sarana hortikultura; d. Bantuan pendanaan bagi penerbitan seritifikat; e. Penghargaan; dan/atau f. Keringanan biaya penerbitan sertifikat hak atas tanah.
“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 45 Peraturan Pemerintah yang diundangkan pada 21 April 2014 itu.(Nrm)