Polisi Upayakan Hukuman Pembunuh Renggo Ditentukan di Luar Sidang

Penyelesaian kasus itu dilakukan di luar persidangan dengan kesepakatan pihak terkait.

oleh Moch Harun Syah diperbarui 09 Mei 2014, 06:57 WIB
Renggo dirawat di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, pada Sabtu 3 Mei lalu. Ia sempat muntah darah sampai kejang-kejang di rumah sakit.

Liputan6.com, Jakarta - Terkait kasus pembunuhan Renggo Kadapi (11) yang diduga tewas akibat mendapatkan penganiayaan kakak kelasnya beberapa waktu lalu, penyidik Polda Metro berupaya menempuh jalur diversi dan restorative justice (keadilan restoratif). Dengan kata lain, dalam kasus yang menewaskan siswa kelas 5 SDN Makasar 09 Pagi itu penyelesaian di luar peradilan pidana.

Menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol. Rikwanto, jalur diversi dan restorative justica atau pemidanaan di luar persidangan atau peradilan juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

"Berdasarkan Undang-Undang Peradilan Anak itu, kami akan terapkan restorative justice dan upaya diversi. Penyelesaian kasus itu dilakukan di luar persidangan dengan kesepakatan pihak terkait," jelas Rikwanto di Polda Metro, Jakarta, Kamis (8/5/2014).

Selanjutnya, Rikwanto mengungkapkan dalam kasus tersebut, pihaknya belum menetapkan tersangka. Sebab, untuk penetapan tersangka, penyidik masih harus menunggu hasil visum korban. Namun Rikwanto menuturkan hingga saat ini penyidik sudah memeriksa 11 saksi. Di mana dari 11 saksi itu merupakan rekan Renggo dan rekan yang diduga pelaku.

"Belum menetapkan tersangka dalam kasus ini, termasuk pada HS, siswa yang diduga pelaku, karena menunggu hasil visum. Sementara keterangan saksi masih dianalisa penyidik PPA Polres Jakarta Timur," tambah Rikwanto.

Dan dari hasil pemeriksaan sementara, kuat dugaan pelaku atau pembunuhan atas Renggo ini adalah seorang anak. Maka dari itu, pihaknya mengaku akan melakukan upaya pendekatan restorative justice dan diversi. Hal itu sekali lagi ditegaskan Rikwanto agar sanksi dan hukuman pada anak dilakukan di luar persidangan.

"Anak di bawah usia 12 tahun tidak bisa dikenakan sanksi hukum sesuai Undang-Undang Peradilan Anak yang ancaman hukuman maksimal 7 tahun. Karenanya kami terapkan diversi dengan pihak terkait," terang Rikwanto.

Terakhir, Rikwanto membeberkan, diversi itu dilakukan dengan upaya perdamaian antara kedua pihak keluarga anak, serta turut mendorong lembaga masyarakat lain berpartisipasi ikut menyelesaikannya sehingga perkara bisa diselesaikan di luar pengadilan.

"Sehingga nanti bentuk sanksinya bisa berupa dikembalikan ke orangtua, ganti rugi, rehabilitasi sosial atau berpartisipasi pada layanan masyarakat," pungkasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya