Liputan6.com, Bangkok - Krisis politik di Thailand tak lantas reda setelah pelengseran Perdana Menteri Yingluck Shinawatra melalui putusan Mahkamah Konstitusi. Hari ini ribuan demonstran memenuhi jalanan Kota Bangkok, dalam rangka penggulingan pemerintahan sementara yang dipimpin Niwatthamrong Boonsongpaisan -- eks Deputi PM di kabinet Yingluck.
Padahal, pemerintahan sementara dibentuk untuk menyelenggarakan pemilu 20 Juli mendatang. Namun, para demonstran menuntut, kabinet itu dibubarkan, pemilu ditunda, dan dilakukan reformasi untuk mengakhiri pengaruh kakak Yingluck, mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra.
Pemimpin protes, Suthep Thaugsuban kepada massa yang berkumpul di taman kota mengajak mereka untuk berdemo di luar gedung parlemen, kantor perdana menteri, juga 5 stasiun televisi -- untuk mencegah media digunakan oleh pihak pemerintah.
"Kita akan menyapu puing-puing rezim Thaksin keluar dari negeri ini," kata Suthep, yang pernah menjabat sebagai deputi perdana menteri pemerintahan yang dijalankan oleh partai pro-kemapanan, Democrat, seperti Liputan6.com kutip dari Reuters, Jumat (9/5/2014).
Thaksin difitnah oleh musuh-musuhnya sebagai kroni kapitalis korup. Namun, ia mendapatkan simpati dan loyalitas dari warga pedesaan dan kaum miskin perkotaan karena kebijakannya yang populis saat ia menjabat sebagai perdana menteri pada 2001 hingga dilengserkan paksa pada 2006.
Thaksin tinggal di pengasingan untuk menghindari hukuman penjara yang vonisnya dikeluarkan pada 2008 dalam kasus penyalahgunaan kekuasaan, namun pengaruhnya masih terasa di balik pemerintahan adiknya, Yingluck.
Massa 'kaus merah' yang tak terima atas pelengseran Yingluck kini juga sedang menuju Bangkok untuk menggelar demo besar-besaran Sabtu besok. Mereka berharap pemerintahan sementara bisa memenangkan pemilu Juli mendatang dan membawa partai milik keluarga Shinawatra kembali memegang kekuasaan.
Potensi demo tandingan memicu kekhawatiran bakal terjadi bentrok. Apalagi, kedua kubu memiliki aktivis yang dipersenjatai.
Kisruh politik di Negeri Gajah Putih telah merenggut nyawa. Sebanyak 25 orang tewas sejak protes anti-pemerintah bermula November tahun lalu. Kekacauan lebih lanjut bisa mengganggu ketenangan di negara dengan perekonomian kedua terbesar di Asia Tenggara itu.
Kasus Korupsi
Advertisement
Tak sekadar lengser, Yingluck juga terancam berhadapan dengan masalah hukum. Anggota Komite Antikorupsi Nasional (NACC) dengan suara bulat memutuskan untuk mendakwa eks PM cantik itu telah melalaikan tugas terkait kebijakan kontroversial skema subsidi beras dan akan meminta Senat untuk memakzulkannya.
Yingluck bisa dilarang memegang jabatan politik selama 5 tahun jika pemakzulan sampai dilakukan. Beberapa anggota lain dari keluarga Shinawatra dan sekitar 150 sekutu politik Thaksin lainnya juga dilarang berpolitik selama 5 tahun sejak 2007.
Pada program subsidi yang diberlakukan pada 2011, Yingluck berjanji untuk membayar beras petani di atas harga pasar. Namun, terkendala masalah finansial.
Para kritikus mengatakan, program tersebut menyia-nyiakan uang rakyat demi memuaskan pemilih pedesaan, merusak ekspor, dan membebani pemerintah dengan tumpukan beras yang tak bisa dijual tanpa merugi.
"Antek-antek Thaksin telah mengeksploitasi kebijakan populis untuk memenangkan hati para pemilih sebelum akhirnya mengkhianati mereka," kata Suthep pada para pendukungnya Kamis lalu. "Skema beras adalah contoh yang jelas dari ini." (Riz)