Didiet Maulana tetap Suka Arsitektur meski Fokus jadi Desainer

Dari bidang arsitektur, Didiet Maulana pindah ke dunia fesyen. Berikut ini adalah kisah perjalanan desainer Didiet Maulana terjun ke fesyen.

oleh Bio In God Bless diperbarui 15 Mei 2014, 12:30 WIB

Liputan6.com, Jakarta Rabu (7/5/2014), liputan6.com mengunjungi sebuah butik di Jalan Dempo 1 No.59, Kebayoran Baru, Jakarta. Suasana bagian luar rumah tersebut teduh dengan pohon-pohon. Pencahayaan bagian dalam rumah ini agak temaram. Semua rak gantung terisi baju-baju berlabel IKAT Indonesia.

Setelah menunggu beberapa saat sambil melihat-lihat pakaian, sosok sang desainer pun turun dari tangga. Dengan tampilan smart casual nuansa etnik, Didiet Maulana ramah menyapa tim liputan6.com. Berkacamata dengan sebuah kain tradisional warna merah, biru, ungu menggantung di lehernya, desainer kelahiran 18 Januari 1981 ini memulai ceritanya.

“Sampai saat ini ketertarikan saya terhadap bidang arsitektur masih ada dan akan selalu ada. Butik ini pun saya yang desain,” jawabnya ketika ditanya mengenai fokusnya kini yang bukan lagi di bidang arsitektur sebagaimana bidang tersebut adalah bidang kuliah Didiet. Menyambung kalimat tadi, Didiet menjelaskan lebih lanjut mengenai konsep butiknya.

Foto: Miftahul Hayat (liputan6.com)

Butik IKAT Indonesia di area kebayoran baru itu memang tak padat dekorasi. Namun jika disebut minimalis, maka desain interior ini menghadirkan wajah lain dari konsep minimalis. Minimalis ala Indonesia. Itulah istilah yang diberikan Didiet bagi konsep butiknya. Istilah yang cukup menaungi desain ruangan itu.

Meski memang tak menggunakan banyak dekorasi namun ada feel yang cukup intens dari ruangan itu dan tiap ornamennya pun demikian. Feel seperti ini jelas tak ditemui pada gaya minimalis moderen yang terasa ringan. Lantai motif kayu, beberapa bunga, dan ornamen-ornamen lain memberi sapuan kesan tradisional.

Pesona model cantik di atas catwalk yang mengenakan kebaya brukat putih di fashion show Didiet Maulana (Liputan6.com/Faisal R Syam)

Berpindah dari dunia arsitektur ke dunia fesyen, Didiet menarik sebuah benang merah dari dua dunia itu. Menurutnya perbedaan antara arsitektur dan fesyen hanyalah medianya saja di mana arsitektur menggunakan material bangunan sedangkan fesyen menggunakan bahan pakaian.

“Di atas perbedaan itu, fesyen dan arsitektur memiliki persamaan mendasar. Arsitektur dan fesyen memiliki dasar yang sama, yaitu bahwa dalam merancang harus punya konsep yang kuat,” jelasnya.


Perjalanan Masuk ke Dunia Fesyen

Perjalanan Masuk ke Dunia Fesyen

Terkait latar belakang pendidikannya yang non-fesyen, Didiet mengatakan bahwa salah satu tantangan dalam berkarir di dunia fesyen yang dialaminya adalah bahwa ia harus bekerja dua kali lebih keras untuk meyakinakan klien bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk merancang karya-karya busana.

Meski tak mengambil jurusan desain fesyen, Didiet mengaku bahwa kesukaannya menggambar sejak kecil semakin lama semakin mengarah pada gambar-gambar busana. Jika dirunut lebih kebelakang, ketertarikan Didiet di fesyen muncul saat melihat neneknya memakai kebaya dan merawat kain-kain batik.

“Setiap minggu saya melihat nenek membakar ratus (dupa) yang berfungsi untuk menghilangkan ngengat dan membuat kain batik menjadi wangi,” ucap Didiet. Berawal dari hal-hal seperti itulah tumbuh juga ketertarikan Didiet Maulana pada busana tradisional Indonesia. Walau Didiet berasal dari keluarga yang urban, acara-acara adat selalu diasakan untuk merayakan hal-hal spesial, misalnya kelahiran anak.

Foto dok. Liputan6.com

Saat berkuliah di Universitas Parahyangan bidang Arsitektur, Didiet mulai merancang baju untuk teman-teman kuliahnya. Namun pada saat itu memang belum terlintas dibenaknya untuk terjun ke dunia fesyen. Ketertarikan Didiet semasa SMA adalah pada bidang teknik. Oleh karena itulah Didiet mengambil jurusan arsitektur.

Didiet mengatakan, “Jurusan ini saya ambil karena selain suka seni, saya juga suka teknik. Menurut saya pada bidang arsitektur, seni dan teknik bergabung.” Setelah lulus kuliah, Didiet bekerja di MTV pada bidang talent & artist relation. Menghabiskan 4 tahun di sana, Didiet kemudian pindah ke sebuah perusahaan ritel fesyen yang menaungi label-label internasional seperti GAP, Banana Republic dan lain sebagainya.

Selama 7 tahun Didiet bekerja di bagian Marketing Communication pada perusahaan ritel itu. Seiring berjalannya waktu tumbuh keinginannya untuk membangun bisnis sendiri yang bernafaskan budaya Indonesia. Pada tahun 2011 label IKAT Indonesia berdiri. Bersama dengan labelnya ini, Didiet menuai prestasi.

Sejumlah wanita cantik berjalan di atas catwalk menampilkan busana tradisional Indonesia oleh desainer muda yang bersinar Didiet Maulana, di Hotel Mulia Jakarta, (Liputan6.com/Faisal R Syam)

Pada tahun 2013, para peserta Konferensi Tingkat Tinggi APEC yang adalah mentri-mentri keuangan dari 21 negara di dunia mengenakan busana IKAT Indonesia. Sebelumnya, Didiet pun berkontribusi di kancah internasional untuk mendesain busana Barbie dalam perayaan ulang tahun Barbie ke-55.

“Passion saya memang untuk melihat sejarah budaya Indonesia, khususnya busana tradisional Indonesia. Oleh karena itulah saya memilih tenun ikat sebagai fokus bisnis. Pada saat itu saya melihat belum banyak orang yang mengenalkan dan mengolah tenun ikat. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi saya untuk mengenalkan tenun ikat pada masyarakat luas,” ucap desainer yang mengaku tak terlalu tertarik merancang busana moderen.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya