Dinilai Buruk, Apa yang Salah dari Godzilla (1998)?

Godzilla versi 1998 telah mengecewakan fans setia dan kritikus film.

oleh Ade Irwansyah diperbarui 16 Mei 2014, 14:50 WIB
Godzilla versi 1998 telah mengecewakan fans setia dan kritikus film.

Liputan6.com, Jakarta Sewaktu menontonnya dulu di bioskop tahun 1998, rasanya tak ada yang salah dengan "Godzilla" karya Roland Emmerich.

Emmerich dan produser Dean Devlin meneruskan kolaborasi mereka usai sukses membuat "Independence Day" (1996). Pasca membumi hanguskan Bumi dengan serbuan alien, Emmerich-Devlin melanjutkan tren film bencana dengan mengirim monster Godzilla untuk memporak-porandakan pulau Manhattan, di kota New York.

Godzilla dalam tafsiran Emmerich bercerita tentang reptil yang bermutasi menjadi raksasa akibat tes nuklir di Prancis Polinesia, di kawasan Pasifik Selatan. Reptil raksasa itu mengarungi lautan dan sampai ke New York untuk bertelur. Film "Godzilla" tahun 1998 dibintangi Matthew Broderick, Maria Pitillo, Hank Azaria, Kevin Dunn, dan Jean Reno.

Godzilla sukses membuat New York hancur. Penonton melihatnya berlarian menghindari tembakan rudal sambil menghancurkan gedung-gedung yang ia lewati.

Waktu pertama ditonton di bioskop tahun 1998 silam, filmnya mempertontonkan pameran efek khusus dahsyat. Teknologi grafik komputer atau CGI (computer graphic imagery) yang dipelopori "Jurrasic Park" (1993) sudah menemukan bentuknya yang sempurna tahun 1998. Monster Godzilla pun terlihat meyakinkan saat menghancurkan kota.


Godzilla Rasa T-Rex

Godzilla versi 1998 telah mengecewakan fans setia dan kritikus film.

Godzilla Rasa T-Rex

Namun, di sini justru pilihan kreatif Emmerich dianggap salah oleh fans berat Godzilla di seluruh dunia dan para kritikus film. Godzilla versi Emmerich berbeda dengan sosok monster yang sudah dikenal fans selama bertahun-tahun sejak 1954. Monster Godzilla-nya Emmerich bergerak ukurannya tampak lebih kecil dibanding Godzilla aslinya dari Jepang. Gerakannya pun lebih luwes. Kota New York jadi taman bermainnya tempat ia berlari ke sana-sini.

Yang dijadikan model Emmerich tampaknya bukan Godzilla asli dari Jepang yang maha besar. Ia justru menjadikan dinosaurus jenis Tyranosaurus Rex sebagai model. Kepada penonton masa itu, Emmerich tampaknya ingin menunjukkan begini jadinya bila T-Rex raksasa berjalan-jalan di tengah kota. Maka, sejatinya, "Godzilla" versi 1998 sebuah sekuel tak resmi dari "Jurassic Park"-nya Steven Spielberg sebelum di sekuelnya, "Jurassic Park: The Lost Word" kita melihat T-Rex mengamuk di tengah kota.   

Nah, tafsiran Godzilla rasa T-Rex raksasa itu kesalahan pertama Emmerich. Fans emoh pada pilihan kreatif tersebut. Bagi fans setia, Godzilla harus meraksasa, berjalan lambat tapi tampak berwibawa dan bukannya mirip dinosaurus berlarian.

Kesalahan kedua pada pilihan pemainnya. Berbeda dengan "Independence Day" yang memiliki para jagoan yang bikin penonton jatuh cinta (ada pilot Steven Hiller diperankan Will Smith, Presiden Whitmore diperankan Bill Pullman, atau teknisi stasiun TV David Levinson diperankan Jeff Goldblum), Godzilla versi 1998 tak punya tokoh-tokoh macam begitu.


Bikin kapok TriStar Pictures

Godzilla versi 1998 telah mengecewakan fans setia dan kritikus film.

Bikin kapok TriStar Pictures

Matthew Broderick sebagai Dr. Nick Tatopoulos yang pertama menemukan jejak Godzilla adalah seorang yang kikuk. Ia tak cukup mampu mengundang simpati penonton. Kekikukannya justru membuat penonton tak cukup diyakinkan bahwa ia bisa menghentikan amukan Godzilla. Tokoh Philippe Roaché yang dperankan Jean Reno diniatkan jadi sosok cool nan misterius yang menjadi pengawal Nick. Sayang, Reno bukan tipe leading actor yang juga bakal dicintai penonton. Ia tidak sekeren Will Smith atau Bill Pullman.

Jika monsternya sudah salah dan pilihan karakternya tak sesuai, hasil akhir filmnya sudah ketahuan: Godzilla 1998 dianggap sebuah produk gagal.

Hasil perolehan box office yang sebetulnya tak mengecewakan (meraih US$ 379 juta dari peredaran seluruh dunia) tak membuat pihak studio TriStar Pictures melanjutkan ceritanya. TriStar sebenarnya punya hak memfilmkan dua lagi film Godzilla. Namun, hingga hak atas Godzilla habis tahun 2003, TriStar tak tertarik membuat sekuelnya.

Baru tahun ini Hollywood kembali memfilmkan Godzilla versi baru. Kali ini Hollywood lebih beruntung. Pilihan kreatif mereka tak disalahkan banyak orang, malah dipuji. Banyak yang menganggap Godzilla versi 2014 adalah gambaran terbaik sang monster setelah muncul pertama kali tahun 2014.

Silakan membuktikannya sendiri. Namun, bagi generasi 1990-an yang menonton Godzilla di bioskop ketika masih kecil, sungguh, versi 1998 tak seburuk dibilang para kritikus dan fans setia Godzilla.

(ade)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya