Ahok: Suatu Saat Akan Ada Presiden Peduli HAM

Sudah 16 tahun berlalu sejak tragedi Mei 1998, tak ada secercah cahaya bagi para keluarga korban terkait hukuman bagi para pelakunya.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 18 Mei 2014, 15:34 WIB
Ahok di Pondok Rangon (Ahmad Romadoni/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Kasus pelanggaran HAM masa lalu belum tuntas. Terlebih sudah 16 tahun berlalu sejak tragedi Mei 1998, tak ada secercah cahaya bagi para keluarga korban terkait hukuman bagi para pelakunya.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pun yakin suatu saat akan ada presiden yang bisa menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang sampai saat ini belum juga terselesaikan.

"Satu hari ada pejabat dari rakyat yang taat pada konstitusi dan melawan hal ini. Kalau panjang umur, suatu saat kita akan mempunyai Presiden yang peduli (pelanggaran HAM)," kata Basuki usai peletakan batu pertama Prasati Jarum Mei 1998, di TPU Pondok Rangon, Minggu (18/5/2014).

Menurut pria yang akrab disapa Ahok itu, dirinya juga sampai sekarang terus mempertanyakan kapan Indonesia punya presiden yang berani menegakkan keadilan sosial. Apalagi, masih banyak pejabat yang terlibat suap.

"Ini memang butuh beberapa hal. Mungkin pejabat kita masih terlalu banyak menerima suap. Mungkin karena dipilih langsung takut pada konstituen bukan konstitusi. Menuruti sekelompok kecil sehingga mengabaikan kepentingan rakyat," lanjutnya.

Ahok mengatakan, seharusnya Indonesia belajar dari Nelson Mandela. Setelah dihukum, bukan dendam yang timbul melainkan mengajak melupakan semua dan menjalani lembar baru kehidupan.

"Tapi, masih banyak yang perlu dihukum tapi saling menutupi. Tapi sejarah tidak bisa dituup. Ayah saya mengajarkan, bau bangkai itu mau berapa lama pun bau busuknya pasti tercium," ungkap politisi Partai Gerindra itu.

Meski begitu, Ahok mengaku tidak tahu apakah Joko Widodo atau Prabowo Subianto yang saat ini maju pada Pilpres 2014 berani mengungkap kasus pelanggaran HAM. "Saya tidak tahu, saya tidak tahu," tandas Ahok.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya