Liputan6.com, Jakarta - Reporter: Pebrianto Eko Wicaksono
Merasa keberatannya soal kenaikan tarif listrik industri tak didengar pemerintah, pengusaha berencana mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Advertisement
Menanggapi hal itu, Pengamat Kelistrikan Iwa Garniwa berpendapat, gugatan yang diajukan pengusaha mungkin dilakukan karena kenaikan tarif listrik untuk pelanggan industri besar tersebut hanya melalui Peraturan Menteri. Padahal, Undang-undang (UU) menyebutkan, kenaikan tarif listrik harus melalui Keputusan Presiden (Kepres) yang disetujui DPR.
"Jadi hal yang wajar (mengajukan gugatan), karena saya melihatnya kalau tidak salah UU menyatakan mekanismenya melalui Kepres," kata Iwa saat dihubungi Liputan6.com, seperti yang ditulis di Jakarta, Senin (19/5/2014).
Jadi, lanjut Iwa, para pengusaha yang mengajukan gugatan tersebut memiliki celah. Pasalnya, kenaikan tarif listrik yang diberlakukan mulai 1 Mei 2014 hanya melalui Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 09 Tahun 2014.
"Jadi peluangnya di situ, karena kalau ini Peraturan Menteri, kalau tarif listrik dari dulu keputusan Presiden," tuturnya.
Menurut Iwa, dalam hal kenaikan tarif listrik juga harus disesuaikan dengan pelayanan. Pemerintah seharusnya tidak hanya menaikan tarif tapi juga harus menjamin pasokan listrik.
"Persoalan listrik bukan semata tarif tapi pelayanan. Di sini permasalahannya pelayanan PLN terhadap kelompok pelanggan tersebut, ada harga ada pelayanan. Ada beberapa yang tidak sesuai," pungkasnya.
Merujuk hasil keputusan badan anggaran (Banggar) DPR dalam Angaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2014, dana subsidi listrik dialokasikan Rp 81,77 triliun. Dana itu terdiri dari subsidi listrik Rp 71,36 triliun dan cadangan rasio energi Rp 10,41 triliun.
Angka subsidi tersebut mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Oleh karena itu, rapat tersebut juga memutuskan pencabutan subsidi listrik secara bertahap pada golongan listrik industri terbuka I-3 dan I-4.
Kemudian keputusan tersebut disetujui oleh komisi VII DPR, dengan kenaiakan secara bertahap setiap dua bulan sekali mulai Mei 2014 dan berakhir Desember 2014. (Pew/Ndw)
Baca juga: