Liputan6.com, Jakarta Meski sering dikategorikan sebagai bunga tidur, mimpi bisa membuat orang merasa bahagia dan sebaliknya ketakutan. Mimpi yang berbeda-beda pada setiap orang ini, ternyata bisa dijelaskan secara ilmiah oleh para ahli ilmu saraf dalam penelitiannya.
Seperti misalnya, mengapa manusia bisa bermimpi? Penulis buku 'Dream On It: Unlock Your Dreams, Change Your Life', Lauri Loewenberg mengungkapkan, bermimpi merupakan proses berpikir yang tana Anda sadari merupakan kelanjutan dari aktivitas harian Anda.
Advertisement
"Bermimpi merupakan proses berpikir dan sebenarnya merupakan kelanjutan dari pikiran Anda. Itu arus kesadaran, obrolan batin yang berjalan dan tidak berhenti setelah tertidur," kata Lauri dalam bukunya.
Saat Anda tidur, kata Lauri, bagian otak yang bertanggung jawab untuk berpikir linear dan logika menjadi tidak aktif. Tapi daerah yang mengontrol emosi menjadi lebih aktif. Maka itu, orang biasanya ada yang bermimpi ada yang tidak, sekitar 90 menit sepanjang malam.
"Seperti kata-kata, pikiran dan perasaan yang diproses melalui bagian dari otak yang berbeda, Anda mengalami suasana berupa visual termasuk gambar, simbol, emosi dan metafora melalui mimpi saat tidur," ungkap Lauri.
Sebuah studi yang diterbitkan belum lama ini dalam Jurnal Sleep bahkan menemukan bahwa kesedihan, rasa bersalah, kebingungan dan keengganan yang merupakan bagian dari emosi yang bisa membuat skenario mimpi buruk. Tapi jangan khawatir, meski mimpi buruk tidak menyenangkan tapi mengalami mimpi yang tidak kita inginkan tidak akan lama.
Selain itu, Ahli saraf dari University of Montreal, Antonio Zadra , PhD mengungkapkan mimpi buruk dapat diobati. Sayangnya, para profesional kesehatan mental tidak menganggap mimpi buruk masalah yang serius.
"Sebagian besar tidak menyadari bahwa mimpi buruk bisa jadi diakibatkan trauma. Cara terbaik untuk menanggapi mimpi buruk adalah memperbaiki masalah traumanya " kata Antonio, seperti dilansir Everydayhealth, Senin (19/5/2014).
Yang menarik lagi terkait mimpi, rekan studi yang ahli ilmu saraf dari Lyon Neuroscience Research Center di Perancis, Perrine Ruby menemukan bahwa beberapa orang yang sering terbangun di tidur malamnya, cenderung dapat mengingat mimpinya dan sebagian lainnya yang tidur pulas cenderung tidak ingat mimpinya.
"Orang yang mampu mengingat mimpi mereka memiliki lebih banyak aktivitas di daerah otak yang merespon terhadap rangsangan. Inilah yang menjelaskan mengapa mereka terbangun lagi," ujar Perrine.