Kisah Penambang Turki, Injak Teman Demi Selamat

Satu per satu pekerja ambruk ke tanah, tercekik oleh asap tebal yang memenuhi terowongan tambang. Total 301 orang tewas.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 19 Mei 2014, 12:15 WIB
151 pekerja dikabarkan tewas dan ratusan penambang lainnya terperangkap di bawah tanah tambang batu bara di Soma, Turki, (14/5/2014). (REUTERS/Osman Orsal)

Liputan6.com, Soma - Murat Yokus adalah 1 dari 485 orang yang berhasil menyelamatkan diri dari insiden ledakan mematikan di Turki. Namun kenangan buruk tak lekang dari ingatannya, saat satu per satu temannya ambruk ke tanah, tercekik oleh asap tebal yang memenuhi terowongan di mana mereka terjebak. Sebanyak 301 orang tewas.

"Aku harus bertumpu pada jasad teman-temanku untuk melarikan diri. Aku harus menginjak-injak mereka," kata Murat, berlinang air mata, seperti Liputan6.com kutip dari Al Arabiya, Senin (19/5/2014).

Pria 29 tahun tersebut berhasil keluar hidup-hidup dari ledakan dan kebakaran di sebuah tambang batu bara di kota Soma. "Apa yang terjadi sungguh tak terlukiskan," kata Murat. "Aku baru saja akan keluar dari tambang dan pulang, tiba-tiba aku melihat asap."

Dia menambahkan, bos meminta mereka untuk menunggu, tapi para pekerja tak sabar. Sekitar 100 orang dari mereka berdesakan di area seluas 300 meter persegi. Saat mengetahui rekan lain yang berada di bagian lain tambang tewas akibat asphxiation --keadaan saat darah kekurangan oksigen dan tidak mampu melepas karbondioksida-- mereka makin tak sabar.

"Aku berkata pada diriku sendiri, aku tak mau mati di sini, tidak sekarang," kata Murat. "Aku mengambil masker oksigen yang tak pernah saya gunakan sebelumnya, dan mulai berjalan. Saat menengok ke belakang, aku melihat teman-temanku bergeletakan. Mereka tercekik, berjuang untuk hidup, seperti hewan yang disembelih. Mereka berjuang melawan kematian."

Terbersit ia tak akan selamat, Murat membayangkan 2 anaknya yang masih kecil, istrinya, seluruh keluarganya. "Aku mengucap doa terakhir lalu pingsan," kata dia. Untungnya, ia berhasi dievakuasi dengan cepat.

Saat digotong petugas keamanan, Murat sadar dan ia memilih berjalan sendiri. "Anda tak bisa membayangkan segala kepanikan yang tejadi, rekan-rekanku mondar-mandir, stres, ketakutan," kata dia.

Meski para penambang sadar pekerjaan mereka mengandung risiko, mereka tak pernah membayangkan akan menghadapi kejadian seperti itu.

Laporan sementara menyebut, ada beberapa pelanggaran keamanan di tambang, termasuk kurangnya detektor karbon monoksida dan langit-langit terbuat dari kayu bukan logam.

Murat, yang mempertaruhkan hidupnya untuk 800 euro atau Rp 12,5 juta sebulan, mengaku tak akan menyalahkan pihak perusahaan. Ia juga akan meneruskan pekerjaannya di tambang, setidaknya selama 10 tahun, sebagai syarat pensiun dini. Lagipula, ia tak punya pilihan, tidak bisa alih profesi. Tak ada perusahaan lain, juga pertanian di sana.

"Tapi aku akan pindah ke tambang lain," kata Murat. "Di sini aku kehilangan terlalu banyak teman, tak mungkin kembali." (Sss)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya