Liputan6.com, Yogyakarta Reporter: Fathi Mahmud
Enam ekor Penguin mulai menyapa pengunjung kebun binatang Gembira loka hari ini. Enam ekor Penguin Afrika yang didatangkan dari kebun binatang Singapura ini tiba di Yogyakarta pada 6 Mei 2014 lalu.
Advertisement
Direktur kebun binatang Gembira Loka, KMT Tirtodiprojo atau Djoko Tirtono mengatakan, selama hampir dua pekan, enam ekor Penguin dari kebun binatang Singapura ini masih dalam masa karantina di Gembiraloka.
Enam ekor binatang bertinggi 60-70 cm ini berada di kandang indoor ber-AC berukuran 3X4 meter. Tirto mengatakan, Penguin juga mempunyai kandang outdoor untuk mendapatkan sinar matahari yang telah dibuka hari ini bersamaan dengan acara syukuran di depan kandang Penguin.
"Syukuran ini menandai masa karantina Penguin untuk berkembang biak dengan baik. Syukuran ini ditandai dengan dibukanya pintu pembatas yang menghubungkan kandang indoor dan outdoor," kata Tirto saat syukuran di lokasi Senin (19/05/2014).
Tirto menceritakan proses mendapatkan burung dengan masa lama hidup 20 tahun ini sangat panjang. Sejak tahun 2012 Gembira Loka sudah meminta ke kebun binatang Singapura. Namun waktu itu Singapura belum bisa memberikan karena keterbatasan satwa.
Lalu pada tahun 2013 Singapura sudah bisa mengembangbiakan satwa lucu tersebut. Sehingga menurut Tirto baru tahun ini keinginan Gembira Loka tercapai.
Walaupun enam ekor satwa ini pemberian dari kebun binatang Singapura, Gembira Loka harus mengeluarkan dana Rp 150 juta untuk biaya transportasi dan makanan Penguin seberat 1 ton dari Amerika.
"Soalnya makanan Penguin ini ikan Capelin. Baru ikan dari Amerika yang memenuhi standar. Nah kita baru coba yang lokal apakah bisa mereka makan," ujar Tirto.
Penguin Afrika ini merupakan satu-satunya Penguin yang hidup di Afrika. Burung lucu ini tersebar di sepanjang pantai Boulders, Cape Peninsula, Afrika Selatan dan Afrika di bagian tenggara Afrika Selatan.
Hadirnya burung seberat 2-5 kg ini menambah jumlah koleksi satwa burung sebanyak 350 ekor burung dengan 65 jenis burung baik lokal maupun eksotis.
"Burung jenis ini hanya tinggal 225 ribu ekor. Hal ini disebabkan pemanasan global dan rebutan makanan dengan nelayan. Itupun data tahun 1990 lalu. Kita berharap mereka dapat hidup baik. Kita sudah atur semuanya mulai dari kandang, air dan lain lain," pungkasnya. (Fathi Mahmud/Ars)
Baca Juga
Turis di Taiwan Disenggol Kereta Saat Selfie di Dekat Rel, Agen Perjalanannya Didenda Rp102 Juta
6 Fakta Menarik Gunung Aconcagua di Argentina, Tertinggi Kedua di Dunia Setelah Gunung Everest
Kemenpar Edarkan Surat Jelang Libur Nataru 2024/2025, Minta Pemda Bersiap Hadapi Skenario Terburuk di Musim Liburan