Liputan6.com, Jakarta - Oleh: Widji Ananta, Silvanus Alvin, Luqman Rimadi, Rizki Gunawan
Dua poros koalisi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 akhirnya mendeklarasikan masing-masing calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) didukung koalisi gabungan 4 partai, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasional Demokrat (Nasdem), dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).
Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa maju di bawah payung koalisi 6 partai, yaitu Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Golongan Karya (Golkar), dan Partai Bulan Bintang (PBB).
Berdasarkan gabungan perolehan suara Pemilihan Legislatif (Pileg) 2014, koalisi pendukung Jokowi-JK dinilai lebih 'ramping'. Sebaliknya, Prabowo-Hatta didukung koalisi yang lebih 'gemuk'.
Suara gabungan PDIP 18,95%, PKB 9,04%, Nasdem 6,72%, dan Hanura 5,62%, yakni 39,97%. Sementara akumulasi suara Gerindra 11,81%, PAN 7,59%, PPP 6,53 %, PKS 6,79%, Golkar 14,75%, dan PBB 1,46%, yakni 48,93%.
Secara angka, kekuatan partai yang mendukung Prabowo-Hatta memang lebih besar ketimbang yang menyokong Jokowi-JK. Modal Prabowo mendaftar capres lebih besar dibanding Jokowi. Untuk mendaftar capres, dibutuhkan 25% suara sah nasional atau 20% kursi DPR, atau memenuhi presidential threshold.
Namun menurut pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif IndoStrategi Andar Nubowo, kendati bertarung di bawah 'kendaraan' koalisi ramping, pasangan capres dan cawapres Jokowi-JK masih lebih unggul dibandingkan Prabowo-Hatta.
Andar menilai mesin politik koalisi yang berporos kepada PDIP lebih baik, ketimbang gabungan kekuatan yang dipimpin Gerindra. Tim Jokowi-JK, menurut dia, lebih lihai dalam meyakinkan rakyat dari Sabang sampai Merauke, daripada tim Prabowo-Hatta.
"Sementara masih Jokowi-JK yang unggul, karena head to head semua mesin politik masing-masing poros bakal bekerja aktif," ujar Andar kepada Liputan6.com di Jakarta, Senin (19/5/2014). "Yang menentukan keunggulan adalah mesin politiknya. Sejauh mana bisa meyakinkan basis-basis massa politik tradisional mereka, dari Sabang sampi Merauke," imbuh dia.
Selain itu, Andar berpendapat meski hampir semua partai Islam mendukung Prabowo, namun suara dari rakyat Muslim terpecah. Karena sosok JK yang dinilai punya kedekatan dengan sejumlah ormas Islam, seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Nahdhlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah.
"JK kan dikenal dekat dengan Islam dan memiliki islamic credential yang tinggi. HMI, setengah NU dan Muhammadiyah. Pilihan (Jokowi memilih) JK itu untuk memecah suara umat Islam," papar Andar.
Analisa berbeda disampaikan peneliti Lingkaran Survei Indonesia Network Hanggoro Doso. Menurut dia, keberadaan Golkar sebagai runner-up Pileg di kubu Prabowo bisa mengancam Jokowi. Apalagi jika mesin partai Golkar solid.
"Ya, tentu sedikit banyak berpengaruh. Jika Golkar dan mesinnya solid dukung Prabowo, ini bisa menjadi ancaman bagi Jokowi-JK," ujar Hanggoro kepada Liputan6.com.
Dia menilai dengan adanya dukungan Golkar ke Prabowo, maka suara untuk JK terpecah. Sebab jelas, ada yang pro Aburizal Bakrie selaku Ketum Golkar saat ini, ada juga yang memihak JK, mantan Ketum Golkar. "Ini jelas akan bisa memecah suara partai Golkar, yang Pro JK dan Pro Ical," kata Hanggoro.
Advertisement
Koalisi Ramping Tanpa Syarat
Jokowi dan JK mendeklarasikan sebagai capres-cawapres di Gedung Joang '45, Menteng, Jakarta Pusat, Senin 19 Mei 2014. Gedung Joang '45 dipilih sebagai titik awal perjuangan membangun bangsa, terutama dalam hal pemerataan pembangunan.
"Ke depan ini, kita masih memerlukan sebuah kerja keras, sebuah perjuangan keras, dalam rangka memajukan bangsa dan negara, memperbaiki bangsa dan negara. Semangatnya dari situ. Karena sekarang ini memang kita punya pertumbuhan, tapi pemerataannya belum. Sehingga itu yang harus diperjuangkan," papar Jokowi di Balaikota DKI Jakarta, 19 Mei 2014.
Gubernur DKI Jakarta ini menegaskan, koalisi partai yang mendukungnya merupakan koalisi ramping tanpa syarat. Artinya, koalisi yang tanpa persyaratan tertentu atau pun bagi-bagi kursi, jika nanti dirinya terpilih menjadi presiden.
"Koalisi ramping itu, artinya koalisi tanpa syarat. Bisa yang ramping, bisa 1, 2, 3, 4 partai, tapi tetap tanpa syarat. Itu yang saya tawarkan sejak awal," ujar Jokowi di sebuah rumah makan kawasan Roxy, Jakarta Pusat, Jumat 16 Mei 2014.
Dia menjelaskan, tujuan dari koalisi tanpa syarat itu agar dirinya dapat benar-benar menjalankan sistem presidensial yang dianut sebagai sistem Pemerintahan Indonesia. Sistem presidensil yang ia maksud adalah, bahwa presiden dan wakil presiden mempunyai hak penuh menentukan para menteri-menterinya, bukan oleh ketua-ketua partai koalisi.
"Saya dalam menjalankan pemerintahan itu yang diperkuat sistem presidensialnya. Kalau menteri, saya belum bicara. Masalah menteri, cawapres nggak mau. Kita mau perkuat presidensial, siapa menterinya, ya saya yang memilih," ucap Jokowi.
Gubernur DKI Jakarta non-aktif itu pun mengaku dirinya tidak pernah memaksa dan mempersilakan, bila ada partai yang tidak sepakat dan mau menerima 'koalisi tanpa syarat' yang ia buat. "Ya nggak setuju atau lepas juga nggak apa-apa. Nggak takut diujuk-ujuk asal kepentingan rakyat, ya nggak perlu takut," tandas Jokowi.
Koalisi Tenda Besar
Lain Jokowi, lain lagi Prabowo. mantan Komandan Jenderal (Danjen) Komando Pasukan Khusus (Kopassus) ini memilih tempat deklarasi pencapresannya bersama Hatta Rajasa di Rumah Polonia, Jalan Cipinang Cempedak, Jakarta Timur, Senin 19 Mei 2014.
Juru bicara PKS Mardani mengatakan, pemilihan Rumah Polonia sebagai tempat deklarasi, lantaran memiliki nilai sejarah yang besar. Rumah tersebut pernah ditempati presiden pertama Indonesia Soekarno. "Pemilihan tempat merupakan inisiatif Prabowo yang disepakati bersama seluruh anggota koalisi," ujar Mardani.
Usai menjadi tempat deklarasi, Rumah Polonia itu bakal dijadikan posko pemenangan Prabowo-Hatta. Hal itu bertujuan, agar tim pemenangan terus terpacu semangat perjuangan.
Terkait koalisi, poros Gerindra belum mengungkap nama gabungan kekuatan partai itu. Namun sebelumnya Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan, koalisi yang dibentuk adalah 'Koalisi Tenda Besar'.
"Gagasannya, kita inginnya ada sesuatu koalisi tenda besar. Di mana ada satu koalisi di pemerintahan maupun di parlemen nantinya. Kita ingin menjajaki itu," ujar Fadli Zon.
Lantas koalisi mana yang berhasil memenangkan capres-cawapres yang diusung? (Rmn)
Baca juga: