Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi di 2015 akan lebih baik dibanding dengan tahun ini dipengaruhi faktor fundamental sekaligus stabilitas ekonomi yang bagus.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Keuangan Chatib Basri dalam paparan asumsi dasar ekonomi makro untuk tahun 2015 pada Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Chatib memperkirakan pertumbuhan ekonomi di tahun 2015 diperkirakan berada pada kisaran 5,5% sampai 6%.
"Upaya-upaya dalam menjaga daya beli masyarakat melalui stabilitas dan aksesbilitas terhadap kebutuhan pokok akan terus dilakukan," kata dia, Jakarta, Selasa (20/5/2014).
Pemerintah juga akan meningkatkan kualitas belanja negara melalui efisiensi dan efektif belanja operasional. Selain itu, upaya percepatan penyerapan anggaran diharapkan dapat meningkatkan konsumsi pemerintah.
Tambah dia, kebijakan investasi tetap diarahkan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur utama seperti transportasi, energi, pengelolaan sumber daya air dan informasi.
Untuk laju inflasi di tahun 2015, Chatib memperkirakan berada pada kisaran 4%. Terjaganya nilai inflasi tersebut didukung terjaminnya pasokan kebutuhan masyarakat, perbaikan distribusi barang kebutuhan pokok yang menjangkau ke pelosok negeri dan juga optimalisasi instrumen moneter dan fiskal dalam rangka menjaga stalitas harga.
"Upaya peningkatan koordinasi dan sinergi otoritas fiskal, moneter,kemeterian atau lembaga terkait, serta pemerintah daerah menjadi faktor kunci agar pencapaian sasaran inflasi dapat terjaga,"terangnya.
Advertisement
Untuk nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), Kementerian Keuangan memperkirakan akan berada di kisaran Rp 11.500-Rp 12.000 per dolar AS. Hal itu ditunjang oleh upaya pendalaman sektor industri yang diharapkan akan mengurangi ketergantungam impor dan meningkatkan investasi sehingga cadangan devisa meningkat.
Suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan diperkirakan turun pada rentang 6%-6,5%. Menurut Chatib, asumsi tersebut didorong dengan semakin membaiknya pendapatan masyarakat serta peningkatan pemahaman masyarakat tentang instrumen investasi yang disertai upaya pemerintah untuk mendorong penguatan instrumen pasar.
"Intrumen pasar akan menjadi faktor yang mendorong penurunan tingkat suku bunga obligasi pemerintah termasuk SPN 3 bulan," kata dia.
Namun demikian, ia mengaku di tahun 2014 masih dibayangi oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang khususnya Tiongkok sebagai ekonomi terbesar di Asia. Sebagai informasi, laju pertumbuhan China kuartal I 2014 mencapai 7,4 % lebih rendah pada periode tahun sebelumnya sebesar 7,7%.
Tak hanya, perlambatan ekonomi juga diwarnai gejolak likuiditas pasar keuangan global sebagai akibat dari normalisasi kebijakan moneter AS. Termasuk di dalamnya antisipasi kenaikan suku bunga serta gejolak geopolitik Ukraina.
"Secara umum perekonomian domestik melambat dari 5,8% pada tahun 2013 menjadi 5,5% tahun 2014," tutupnya. (Amd/Gdn)