Sampoerna Pecat Pekerja, Pemerintah Dituding yang Bersalah

Pemerintah tidak membedakan pengenaan cukai untuk industri rokok yang menggunakan mesin (Sigaret Kretek Mesin/SKM) dan yang memakai tangan.

oleh Septian Deny diperbarui 20 Mei 2014, 17:16 WIB
Proses pelintingan sigaret kretek tangan (SKT) di sebuah industri rokok di Kediri, Jatim. Saat ini tinggal 75 industri rokok yang bertahan akibat tarif cukai tembakau naik setiap tahunnya. (Antara)

Liputan6.com, Jakarta - PT HM Sampoerna, salah satu perusahaan rokok terbesar di Indonesia melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 4.900 karyawan pabriknya di Jember dan Lumajang, Jawa Timur.

Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan pemerintah turut andil dalam terjadinya PHK ini.

Hal ini lantaran pemerintah tidak membedakan pengenaan cukai untuk industri rokok yang menggunakan mesin (Sigaret Kretek Mesin/SKM) dan yang menggunakan tangan.

"Sistem cukai sekarang tidak ada perbedaan dengan kretek tangan dengan industri. Seharusnya pertimbangan mesin harusnya lebih tinggi. Mesin itu satu menit bisa menghasilkan 8.000 batang," ujarnya usai dalam Diskusi Dwibulanan INDEF 'Menyoal Efektifitas APBNP 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi' di Jakarta, Selasa (20/5/2014).

Selain itu menurut dia, penutupan dua pabrik milik Sampoerna di Jawa Timur tersebut juga didorong kenaikan UMP sehingga membebani biaya produksi dan operasional perusahaan menjadi semakin tinggi. Sedangkan pendapatan perusahaan terus berkurang akibat menurunnya pangsa pasar.

"Tuntutan kenaikan UMP dan sebagainya, makanya tidak heran jika perusahaan rokok melakukan konversi ke mesin," kata dia.

Sebab itu Enny berharap pemerintah mengeluarkan kebijakan yang membedakan besaran cukai rokok SKT dan SKM.

"Seharusnya SKM ini dinaikkan jadi ada trade off. Karena kan sebenarnya cukai hanya berasal dari rokok, Indonesia punya banyak komoditas dan objek cukai," tandasnya. (Dny/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya