Apa Kita Butuh Film Sekuel Godzilla?

Jika Godzilla 2 seperti sekuel Jaws, sebaiknya tak usah dibuat saja.

oleh Ade Irwansyah diperbarui 20 Mei 2014, 17:30 WIB
Film Godzilla. (Warner Bros. Pictures)

Liputan6.com, Jakarta SPOILER ALERT! Tulisan ini mengandung bocoran cerita.

Dasar Hollywood. Film sukses pasti berbuntut sekuel. Hal itu seolah sudah jadi hukum alam di Hollywood. Petinggi-petinggi studio di sana tentu ingin mendapat untung lebih banyak membuat film yang bisa beranak-pinak menjadi franchise.

Maka, Hollywood girang betul ketika Godzilla versi baru mereka dapat sambutan baik penonton seluruh dunia. Baik penonton dan kritikus film menyukainya. Dari box office seluruh dunia, di pekan pertama `Godzilla` meraup uang hampir USD 200 juta—bujet USD 160 juta langsung balik. 

Oleh karena itu, sebuah sekuel `Godzilla` adalah keniscayaan. Pihak Legendary Pictures—studio yang ikut mendanai filmnya bersama Warner Bros.—sudah mengatakan bakal membuat sekuel `Godzilla`. [baca: Sukses, Godzilla Akan Dibuat Sekuel]

Buat Hollywood sih enteng saja memutuskan membuat sekuel atau tidak (ukurannya penerimaan box office dan tanggapan kritikus), tapi apa sebuah sekuel adalah hal yang dibutuhkan mereka yang jatuh cinta pada `Godzilla` versi baru ini?

Sebelum menjawab pertanyaan utama itu, mari kita telaah bersama apa yang mula-mula membuat yang menonton `Godzilla` versi baru terasa berbeda—bahkan dianggap yang paling baik sejak monster itu muncul di film pertama kali pada 1954.

`Godzilla` versi 2014 bukan seperti film monster kebanyakan. Sutradaranya, Gareth Edwards meneruskan apa yang sudah dimulainya lewat debut film panjangnya, Monsters (2010). Meski judulnya berarti monster-monster, film indie tersebut tak menyuguhkan banyak aksi monster mengamuk, tapi justru mengisahkan manusia-manusia yang hidupnya berubah akibat monster-monster berada di sekitar mereka.

Pendekatan untuk lebih fokus pada cerita manusia kemudian yang membuat `Godzilla` versi Edwards justru lebih menarik. Kita memang tidak melihat duel monster seperti di Pacific Rim (2013). Sang dewa monster `Godzilla` bahkan baru muncul setelah film berjalan satu jam lewat.

Namun, hal tersebut tak membuat `Godzilla` versi 2014 jadi bernilai minus. Justru malah plus. Kisahnya jadi terasa dekat karena punya nilai emosional. Kita diikat oleh karakternya dan bersimpati dengan kisah mereka.

Next page: Akan seperti apa sekuel Godzilla?

 


Akan seperti apa sekuel Godzilla?

Jika Godzilla 2 seperti sekuel Jaws, sebaiknya tak usah dibuat saja.

Akan seperti apa sekuel Godzilla?

Kejutan lain saat menyaksikan `Godzilla` versi baru adalah kisahnya tak mengulang versi 1998 bikinan Hollywood yang masih diingat banyak orang. Kali ini, Godzilla terkesan menjadi “monster yang baik” karena justru dia yang menyelamatkan Bumi dari dua monster lain. Di sini, Godzilla dianggap sebagai cara alam memberi keseimbangan.

Bagi penggemar yang akrab dengan cerita Godzilla, sang dewa monster sebagai penyelamat Bumi bukan sekali ini diceritakan. Di film-film Godzilla versi Jepang sang monster juga jadi baik. Namun, bagi penonton awam hal ini tetap saja mengejutkan.

Di ujung film "Godzilla" versi 2014 kita melihat Godzilla bangkit setelah mengalahkan dua monster yang meluluhlantakkan kota. Dia menceburkan diri ke laut, kembali ke kedalaman samudera. Bumi kembali pada keseimbangannya.

Akhir ini sebuah penyelesaian yang baik. Akhir macam begitu pula memungkinkan lahirnya sebuah sekuel. Di film berikutnya bisa saja muncul monster raksasa lain dan Godzilla kembali muncul demi keseimbangan alam.

Tapi, apa sekuel macam begitu yang kita inginkan dari Godzilla?

Sejarah perfilman membuktikan lebih banyak sekuel yang tak mampu melampaui kualitas film pendahulunya. Jaws, misalnya, pada akhirnya beranak-pinak jadi film-film kelas B. Hal yang sama terjadi pada Robocop dari 1980-an setelah film kedua. Begitu juga pada film-film Godzilla dari Jepang, tingkah Godzilla kian konyol dan komikal.

Batman versi Christopher Nolan punya sekuel yang lebih keren (The Dark Knight, 2008) lantaran sineasnya punya tema besar yang ingin disampaikan di film kedua. Sekuel Spider-Man (Spider-Man 2, 2004) versi Sam Raimi jadi lebih baik karena ceritanya mengajak kita melihat sosok yang lebih manusiawi pada Spider-Man sang superhero sekaligus melanjutkan kisah di film pertama yang belum tuntas. [baca: Kenapa Plot Film Hollywood Kini Kian Mirip Serial TV?]

Tidak ada urgensi macam di atas pada "Godzilla" versi 2014 untuk dibuatkan kisah lanjutannya. Selain mungkin, sang monster bakal bertemu lawan yang lebih tangguh. Jika itu yang dipilih, Godzilla di Hollywood bakal seperti James Bond atau Indiana Jones.

Well, bagaimana lagi Hollywood ingin mendapat uang lebih banyak dari sang monster. Melihat gelagatnya, sekuel `Godzilla` mungkin akan kita saksikan dalam masa lima tahun ke depan. Hanya saja, jika pada akhirnya kita mendapatkan `Godzilla 2` seperti sekuel Jaws, sebaiknya sekuel `Godzilla` tak usah dibuat saja.(Ade/Mer)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya