Liputan6.com, Bangkok - Pihak Kedutaan Besar RI (KBRI) untuk Thailand di Bangkok mengimbau warga negara Indonesia (WNI) yang berada di negara tersebut untuk menjauhi tempat-tempat demonstrasi menyusul pemberlakuan Undang-Undang Darurat Militer oleh Angkatan Bersenjata Thailand pada 20 Mei 2014.
"Dalam pengumuman tersebut disebutkan bahwa pemberlakuan UU Darurat Militer ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan dan memulihkan keamanan dan ketertiban umum," demikian keterangan tertulis KBRI di Bangkok, Rabu (21/5/2014).
Advertisement
Para WNI diminta untuk menjauh dari tempat-tempat demonstrasi atau berkumpulnya massa. Terutama pada malam hari dan tetap mewaspadai atau memantau perkembangan situasi di sekitarnya. Bila melihat pergerakan massa agar segera menghindar ke tempat yang lebih aman.
Selain itu, WNI diharapkan agar tidak meninggalkan tempat atau penginapan jika tidak ada keperluan yang sangat mendesak, terutama pada malam hari.
Para WNI juga diimbau untuk menghindari mengenakan pakaian berwarna merah, kuning atau hitam yang bisa disalahartikan sebagai bagian anggota atau kelompok yang bertikai. Para WNI di Thailand juga diharapkan untuk segera menghubungi KBRI Bangkok jika mengalami masalah berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas.
Sejauh ini pihak KBRI Bangkok telah membentuk tim yang bekerja sama dengan masyarakat dan mahasiswa Indonesia untuk memberikan informasi dan bantuan yang diperlukan bagi WNI terkait dengan situasi politik yang saat ini berlangsung di Bangkok.
Pihak KBRI juga menyediakan nomor telepon yang dapat dihubungi dalam keadaan darurat ke 0929-031103, 0929-951595, 0929-951596 dan laman KBRI Bangkok www,kemlu.go.id/bangkok dan www.facebook.com/komunitas indonesia di Thailand.
Tentara Thailand mendeklarasikan darurat militer pada Selasa dini hari untuk memulihkan ketertiban setelah 6 bulan protes-protes anti-pemerintah telah meninggalkan negara tanpa pemerintahan berfungsi tepat, tetapi menolak bahwa langkah-langkah itu kudeta militer.
Angkatan Bersenjata Thailand sejak Selasa 20 Mei 2014 memberlakukan situasi darurat militer di seluruh wilayah kerajaan yang dicengkeram krisis untuk memulihkan ketertiban setelah beberapa bulan protes-protes anti-pemerintah menyebabkan 28 orang tewas dan melukai ratusan lainnya.
Penggulingan PM Yingluck
Kerusuhan politik terjadi di Thailand sejak November 2013. Kaum oposisi mendesak Yingluck Shinawatra, PM saat itu, mundur karena mencoba meloloskan RUU Amnesti yang berpotensi membebaskan kakaknya, mantan PM Thaksin Shinawatra, dari jeratan kasus korupsi. Thaksin kini bersembunyi di Dubai, Uni Emirat Arab.
Gelombang protes coba diredam Yingluck dengan mempercepat pemilu menjadi Februari 2014. Namun oposisi tak terima dengan pemungutan suara yang dinilai terjadi banyak kecurangan.
Yingluck pada akhirnya dilengserkan Mahkamah Konstitusi (MK) Thailand awal Mei ini. Ia dinyatakan bersalah atas kasus penyalahgunaan kekuasaan.
Sekitar 28 orang tewas akibat gelombang protes dan bentrokan di Thailand sejak akhir 2014 hingga sekarang. Ribuan orang lainnya terluka. (Ans/Ant)