Liputan6.com, Bangkok - Kudeta militer Thailand mungkin mengguncang kepercayaan investor terhadap prospek ekonomi dan politik negara Gajah Putih itu. Akan tetapi, investor dan pengusaha menanggapi aksi kudeta militer itu dengan tenang.
"Secara intelektual kami kecewa. Saya telah berbicara banyak kepada teman-teman di Thailand, dan tampaknya mereka cukup santai. Beberapa dari mereka bahkan mengatakan, hal ini merupakan solusi terbaik dalam situasi sekarang. Saya tidak merasakan rasa takut, dan saya lega," ujar Victor Chu, CEO First Eastern Investment kepada CNBC, seperti dikutip Liputan6.com, Jumat (23/5/2014).
Advertisement
Chu menambahkan, pihaknya akan mulai melihat investasi di Thailand. Stabilitas telah kembali, dan situasi sekarang membawa kelanjutan proses demokrasi positif dalam jangka panjang.
Sejumlah perusahaan global yang beroperasi di Thailand pun kelihatan normal. "Bisnis tetap terus berlangsung," tutur Peter Kulve, Presiden Unilever untuk Southeast Asia dan Australia.
Ia mengatakan, meski ada pengenaan jam militer dari pukul 10.00 malam hingga 05.00 pagi tetapi tidak mempengaruhi operasional Unilever yang berlangsung 24 jam. "Jam malam lumayan lunak dengan pekerja diizinkan masuk dan meninggalkan pabrik. Kami tidak berharap situasi memburuk," ujar Kulve.
Ia menuturkan, Thailand merupakan basis manufaktur luar biasa, tetapi produk yang sama juga diproduksi di negara lain. Namun memang masih adanya risiko dapat menganggu operasional Unilever.
Sementara itu, Chief Investment Officer Asia Pacific HSBC, Bill Maldonado menuturkan, kekhawatiran politik disampingkan, sehingga tidak terlalu banyak menganggu operasional perusahaan besar di negeri gajah putih.
"Ada banyak pelaku pasar yang menyukai Thailand dan itu investor tidak berbondong-bondong pergi," kata Maldonado.
Sepanjang tahun 2014, investor asing dan domestik di Thailand telah keluar sekitar US$ 1,28 miliar. Sementara itu, dana investor asing keluar sekitar US$ 379 juta atau sekitar Rp 4,4 triliun (memakai asumsi kurs Rp 11.615 per dolar Amerika Serikat) pada periode 15-21 Mei.
Angkatan Bersenjata Thailand telah melalukan setidaknya 12 kudeta sejak berakhirnya monarki absolut pada 1932. Kudeta terakhir dilakukan menyusul pertikaian politik yang berujung kerusuhan di ibu kota, Bangkok akhir tahun lalu, ketika eks PM Yingluck Shinawatra membubarkan majelis rendah parlemen. Mahkamah Konstitusi melengserkannya atas tuduhan menyalahgunakan kekuasaan.
Jenderal Prayuth Chan-ocha telah mengambil alih kekuasaan pemerintah Thailand. Kudeta militer ini telah diumumkan pada Kamis kemarin.
(Ahm/)