Dua Pabrik Rokok Sampoerna Tutup, Negara Kehilangan Rp 479 Miliar

Penutupan dua pabrik di Jember dan Lumajang, Jawa Timur itu adalah pabrik yang memproduksi rokok kelompok Sigaret Kretek Tangan (SKT).

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 24 Mei 2014, 11:16 WIB
Proses pelintingan sigaret kretek tangan (SKT) di sebuah industri rokok di Kediri, Jatim. Saat ini tinggal 75 industri rokok yang bertahan akibat tarif cukai tembakau naik setiap tahunnya. (Antara)

Liputan6.com, Malaka - Penutupan dua pabrik rokok PT HM Sampoerna Tbk bukan saja menyengsarakan ribuan pegawainya, tapi juga bagi negara. Dengan penutupan itu, negara kehilangan penerimaan negara yang ditaksir mencapai ratusan miliar rupiah.

Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Susiwijono Moegiarso, menegaskan penutupan dua pabrik di Jember dan Lumajang, Jawa Timur itu adalah pabrik yang memproduksi rokok kelompok Sigaret Kretek Tangan (SKT).

"Produksi dari dua pabrik Sampoerna itu 2,995 miliar batang dengan nilai cukai hampir Rp 500 miliar per tahun. Jadi tepatnya Rp 479 miliar yang hilang (penerimaan negara)," kata dia kepada wartawan di Kabupaten Malaka, NTT, seperti ditulis Sabtu (24/5/2014).

Susiwijono menyebut, penutupan pabrik SKT tersebut merupakan konsekuensi logis dari merosotnya konsumsi atau permintaan rokok kretek tangan sejak tiga tahun terakhir secara signifikan. Penyebabnya, tambah dia, karena masyarakat mulai sadar akan kesehatan dan harga yang terjangkau.

"Tren produksi dan konsumsi SKT cenderung menurun setiap tahun, seperti merek gudang garam merah, dji sam soe. Dari prosentase 36% terhadap total produksi keseluruhan di 2004, lalu anjlok di 2013 tinggal 26% dan tahun ini diperkirakan hanya 24% dari total produksi rokok nasional," jelasnya.

Sebaliknya, lanjut Susiwijono, kenaikan produksi dialami rokok kelompok Sigaret Kretek Mesin (SKM) seperti mild dan sebagainya. Tren konsumsi telah bergeser dari SKT ke SKM saat ini.

"Jadi penurunan produksi SKT bukan tiba-tiba. Produsen akan mengikuti tren dari sisi produksinya. Tapi penerimaan cukai yang hilang dari SKT bisa dikompensasi dari peningkatan produksi SKM," terang dia.   

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014, DJBC Kementerian Keuangan ditargetkan meraup penerimaan negara dari bea masuk, bea keluar dan cukai sebesar Rp 170,2 triliun.

Sementara untuk penerimaan cukai, kata Susiwijono, diharapkan dapat mencapai Rp 116,8 triliun dari target. "Dan dari cukai rokok, targetnya Rp 110,5 triliun. Mudah-mudahan bisa lewat di angka Rp 111 triliun untuk cukai rokok di tahun ini," sebutnya.(Fik/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya