Bank Sentral Eropa Waspadai Risiko Inflasi Rendah

Inflasi diharapkan dapat naik kembali secara bertahap di kisaran 2%.

oleh Agustina Melani diperbarui 27 Mei 2014, 05:06 WIB
Bendera Uni Eropa (Foto: CNN Money)

Liputan6.com, Sintra - Bank sentral Eropa mewaspadai terhadap risiko inflasi yang masih rendah. Hal itu di tengah spekulasi dari pemotongan suku bunga lebih lanjut untuk menghindari kemungkinan deflasi.

Pernyataan itu disampaikan pimpinan bank sentral Eropa Mario Draghi saat di acara forum bank sentral yang diselenggarakan oleh ECB, di Sintra, Portugal, yang ditulis Selasa (27/5/2014).

"Saat ini harapan kami inflasi tetap rendah, namun secara bertahap kembali dekat ke level 2%," ujar Mario, seperti dikutip dari Thebull Asia.

Ia menambahkan, pihaknya bertanggung jawab untuk tetap mewaspadai risiko dari skenario yang mungkin muncul dan akan segera melakukan tindakan.

"Apa yang kita harus sangat waspadai adalah potensi spiral negatif untuk memegang antara inflasi rendah, penurunan ekspektasi inflasi dan kredit khususnya di stressed countries," ujar Draghi.

Adapun inflasi di 18 negara di zona euro saat ini jauh di bawah target bank sentral Eropa sekitar 2%. Inflasi hanya sekitar 0,7% pada April. Menurut perkiraan bank sentral Eropa terbaru, inflasi berpotensi menjadi 1,6% pada 2016.

Namun, Ekonom ECB, Peter Praet mengatakan, sejak awal tahun inflasi cenderung telah keluar dari level rendah yang diharapkan. Tingkat inflasi yang masih rendah telah mengangkat momok deflasi di wilayah mata uang tunggal.

Sebelumnya pada pertemuan kebijakan di Brussels awal Mei, Draghi menuturkan, dewan gubernur ECB menyatakan nyaman dengan ide pelonggaran kondisi moneter pada bulan depan.

Sementara itu, dewan bank sentral tetap memilih untuk mempertahankan suku bunga utamanya di level 0,25%.

Kepala Eurogroup Jeroen Dijsselbloem pun menyerukan kebijakan untuk meningkatkan pertumbuhan di wilayah Eropa.

"Kita perlu mengambil beberapa langkah untuk menggenjot pertumbuhan agar pertumbuhan ekonomi menjadi lebih kuat. Kepercayaan kepada zona Euro pun kembali. Di hampir semua negara telah mengalami pertumbuhan. Tapi zona Euro perlu membutuhkan pertumbuhan lebih kuat," kata Dijsselbloem. (Ahm/)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya