Ahli Hukum Perlindungan Konsumen Masih Minim di Indonesia

Dari 18 kasus yang di bawah ke ranah hukum hanya satu yang dimenangkan.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 28 Mei 2014, 16:20 WIB
(foto: BSN)

Liputan6.com, Jakarta Dari 3.000 temuan terkait produk tak layak standar, hanya 18 temuan yang dapat di bawah ke ranah hukum. Dari 18 temuan itu, hanya satu yang dimenangkan.

Oleh karena itu, Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurti menyayangkan masih sedikitnya ahli hukum yang mampu menyelesaikan masalah terkait dengan perlindungan konsumen.

"Kita harus mengakui ahli hukum perlindungan konsumen belum banyak," ujar Bayu, Jakarta, Rabu (26/5/2014).

Ia menjelaskan, selama ini telah mendapat 3.000 temuan terkait dengan produk tak layak standar. Dari jumlah tersebut, hanya 18 temuan yang bisa dibawa ke ranah hukum. Sementara dari 18 kasus  yang telah dibawa ranah hukum tersebut hanya satu yang berhasil dimenangkan.

Oleh karena itu, ia mengatakan perlunya pendekatan lain untuk mengatasi produk tak layak standar tersebut selain melewati jalur hukum. Menurut Bayu, pendekatan dengan menerapkan SNI lebih efektif dikarenakan tidak memakan proses yang lama.

"Berbeda kami pendekatannya. Sebelumnya kami tuntut baru terapkan. Sekarang kebalikan diberhentikan dulu," lanjutnya.

Ia menjelaskan, terdapat 100 wajib SNI produk baru pada 2014. Selanjutnya untuk total barang yang harus terdaftar wajib SNI mencapai 8.000 produk.

Dengan penerapan SNI memberikan manfaat kepada pengusaha khususnya terkait ekspor dan impor barang. Barang SNI dapat dijadikan patokan kelayakan oleh konsumen.

"Pertimbangannya sangat hati-hati dalam mengeluarkan itu, kita tidak bisa diskriminasi dalam dan luar negeri," pungkasnya. (Amd/Ahm)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya