Liputan6.com, Tripoli - Sejak kejatuhan Moammar Khadafi, Libya belum tenang juga. Perkembangan keamanan baru di negara tersebut menjadi alasan Departemen Luar Negeri mengeluarkan amaran perjalanan baru sebagaimana dilansir dari Al Arabiya News, 28 Mei 2014.
Dalam amaran bepergiannya yang terkini, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat pada hari Selasa lalu menganjurkan warga negara AS di Libya supaya “keluar secepatnya”.
Advertisement
Peringatan ini dikeluarkan selagi kerusuhan memburuk di Libya, di mana laskar-laskar yang berperang telah menjerumuskan negeri ini ke dalam suasana kacau balau.
“Sehubungan dengan keadaan keamanan, Departemen Luar Negeri telah membatasi keberadaan staf di Kedutaan Besar AS di Tripoli dan hanya bisa memberikan layanan darurat terbatas bagi warga negara AS di Libya,” demikian tertulis dalam amaran itu.
“Orang-orang asing, terutama warga negara AS, di Libya tekait dengan pemerintah AS ataupun LSM AS, para pelancong agar menyadari bahwa mereka dapat disasar untuk penculikan, penyerangan dengan kekerasan, atau bahkan pembunuhan,” lanjut pengumuman itu.
“Warga negara AS yang sekarang berada di Libya harus sangat berhati-hati dan meninggalkan negeri ini secepatnya.”
Di awal hari Selasa lalu, seorang pejabat pertahanan AS mengatakan bahwa negaranya mengirimkan kapal serbu amfibi berisi 1.000 orang marinir di dekat pantai Libya, seandainya kedutaan AS harus diungsikan.
Kapal induk USS Bataan akan berada di kawasan itu “dalam beberapa hari,” kata pejabat itu, yang namanya tidak ingin disebutkan.
Tindakan ini disebutkan sebagai “pencegahan” seandainya keadaan Libya memburuk dan memerlukan tindakan pengungsian para karyawan kedutaan.
Kondisi sudah dirasa gawat. Padahal. Minggu lalu Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa kedutaan di Tripoli buka seperti biasa walaupun ada serangan terhadap milisi pimpinan Khalifa Haftar, seorang jenderal yang membelot.
Pemimpin kelompok militan Ansar al-Sharia di Libya di Benghazi telah mengeluarkan peringatan melawan campurtangan AS dalam krisis di negara itu.
Mohamed Zahawi, kepala brigade Ansar al-Sharia di Benghazi, menuduh pemerintah AS mendukung Haftar , mantan jenderal petualang, yang memulai kampanye untuk membersihkan Libya dari keberadaan kelompok-kelompok militan.
“Sehubungan dengan campur tangan mereka, kami mengingatkan Amerika tentang kekalahan mereka di Afghanistan, Irak, dan Somalia, karena apa yang mereka hadapi di Libya akan lebih buruk lagi,” katanya dalam suatu pernyataan. “Amerikalah yang mendesak Haftar untuk menjerumuskan negeri ini menuju perang dan pertumpahan darah.” (Ein)