Jokowi dan Surat Palsu Itu

Todung mengaku belum berniat membawa masalah tersebut ke ranah hukum. Karena dianggapnya masih bisa ditangani dengan klarifikasi.

oleh Yus Ariyanto diperbarui 30 Mei 2014, 00:03 WIB
Surat atas nama Jokowi yang beredar.

Liputan6.com, Jakarta - Oleh Andi Muttya Keteng, Moch Harun Syah, dan Edward Panggabean

Situasi jelang pemilihan presiden 9 Juli 2014 terus memanas. Kabar terbaru, beredar surat yang seolah-olah dikirim Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo terhadap Kejaksaan Agung.

Isinya meminta penangguhan proses penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan armada Bus Transjakarta tahun anggaran 2013 oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Berikut isi surat yang beredar:

Kepada
Yth, Jaksa Agung Republik Indonesia
Di Tempat

Dengan Hormat,

Sehubungan dengan surat panggilan kepada Gubernur DKI Jakarta dari Kejaksaan Agung dengan nomor surat B-984/F;2/Fd1/05/2014 Pidsus 5B tertanggal 12 Mei 2014, yang ditandatangani Direktur Penyidikan selaku penyelidik, perihal pemanggilan Gubernur DKI Jakarta terkait dengan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan armada bus busway tahun anggaran 2103 oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta.

Bersama ini kami memohon untuk dapat diberikan penangguhan proses penyidikan sampai selesainya pemilu presiden untuk menjaga stabilitas nasional.

Atas perhatian dan kerjasamanya kami sampaikan terimakasih.

Jakarta, 14 Mei 2014
Gubernur DKI Jakarta

Joko Widodo

Menanggapi hal ini, Jokowi pun menegaskan, surat tersebut adalah palsu. Ia tidak pernah menulis surat yang ditujukan kepada Jaksa Agung Basrief Arief itu. "Surat palsu. Fitnah-fitnah seperti itu banyak beredar," tegas Jokowi di Bandung, Kamis (29/5/2014).

Mantan Walikota Solo itu menjelaskan, selama ini ia tidak pernah menerima surat pemanggilan dari Kejaksaan Agung. "Tidak ada seperti itu. Kan sudah disampaikan oleh Jaksa Agung tidak ada  keterlibatan saya (dalam kasus korupsi pengadaan Transjakarta," tukas Jokowi.

Anak buah Jokowi menjelaskan secara teknis. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Kepala Daerah Kerjasama luar negeri (Kdh-KLN) Heru Budi Hartanto membeberkan ciri-ciri palsunya surat tersebut. Ia menjelaskan, format surat resmi dari Gubernur DKI Jakarta harus memiliki logo burung Garuda. Lalu, di bagian bawahnya terdapat nomor surat dan dilanjutkan dengan tujuan dari surat tersebut.
 
"Kalau tanda tangan dan tanggal surat bisa saja orang lain membuat-buatnya," ujar pria yang juga Wali Kota Jakarta Utara itu ketika dihubungi, Jakarta, Kamis 29 Mei 2014.
 
Selain itu, surat resmi Gubernur harus disertai dengan tembusan ke beberapa pihak terkait. Tembusan umumnya tercantum di sebelah kiri, di bawah tanda tangan.

Secara Teknis, Surat itu Memang Palsu

Tak hanya itu, sambung dia, tanda tangan Gubernur juga harus ditimpa dengan stempel resmi Pemprov DKI. Heru juga mengatakan surat resmi Pemerintah Provinsi pasti memiliki nomor surat yang diberikan oleh Biro Umum.

Menilik foto surat yang beredar, terdapat tanda tangan Jokowi di bawah tulisan tanggal 14 Mei 2014. Surat tersebut memang menggunakan lambang negara, yaitu Garuda. Namun, nomor surat, tembusan, dan stempel resmi Pemprov DKI tak tampak.

Dari Korps Baju cokelat, Plh Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Chaerul Anwar menyatakan, Kejaksaan Agung belum menjadwalkan pemanggilan Jokowi dalam kasus tersebut.

"Kejaksaan Agung tidak pernah dan belum ada pemanggilan kepada Jokowi," ujar Chaerul ketika dihubungi Liputan6.com, Kamis (29/5/2015).

Dalam surat yang beredar tersebut, Jokowi dijadwalkan diperiksa pada 12 Mei. Penangguhan pemeriksaan dikirim pada 14 Mei. Chaerul menegaskan, tidak ada surat apapun dari capres yang diusung PDIP, Partai Nasdem, PKB, Partai Hanura, dan PKPI itu. "Lihat suratnya saja belum," tegasnya.

Chaerul mengatakan, hingga kini dari penyidikan yang ada, baru ada 4 tersangka dalam kasus dugaan mark up pengadaan bus Transjakarta dan peremajaan angkutan umum tahun anggaran 2013. "Baru itu saja yang terungkap," tandas dia.

Mereka adalah Pejabat Pembuat Komitmen Pengadaan Bus Peremajaan Angkutan Umum Reguler dan Kegiatan Pengadaan Armada Bus Transjakarta Drajat Adhyaksa, dan Ketua Panitia Pengadaan Barang atau Jasa Bidang Pekerjaan Konstruksi 1 Dinas Perhubungan DKI Jakarta Setyo Tuhu. Keduanya telah ditahan.

Belum Akan Ada Langkah Hukum

Sedangkan 2 tersangka lain yaitu Direktur Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Prawoto dan mantan Kadishub DKI Jakarta Udar Pristono yang masih bebas.

Sementara itu, Todung Mulya Lubis, kuasa hukum gubernur yang karib disapa Jokowi itu, menyatakan akan memberi peringatan sejumlah pihak, agar tidak mengulangi tindakan. "Kita akan memberikan peringatan ke semua pihak, agar tidak mengulangi rekayasa palsu seperti ini," ujar Todung ketika dihubungi, Kamis (29/5/2014).

Ia mengatakan, saat menerima kabar surat tersebut pihaknya langsung mengkonfirmasi kebenaran berita itu kepada Jaksa Agung dan Jokowi. Pihak kejaksaan membantah panggilan itu. Begitu juga Jokowi, yang merasa tak pernah menulis surat permohonan itu.

Meski resah, Todung mengaku belum berniat membawa masalah tersebut ke ranah hukum. Karena dianggapnya masih bisa ditangani dengan klarifikasi. "Kita belum akan sejauh itu (melaporkan ke polisi). Kita sedang mempertimbangkan akan menggunakan hak kita," jelas Todung.

Pilpres memang kompetisi. Tapi, melakukan rekayasa atau manipulasi, tentu bukan langkah yang bisa dibenarkan. Jelas mesti dihindari.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya