Liputan6.com, Jakarta - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Sidarto Danusbroto menerima rombongan Koalisi Melawan Lupa. Mereka terdiri dari beberapa organisasi masyarakat (ormas) terkait pelanggaran hak asasi manusia (HAM) pada tragedi penghilangan paksa 13 aktivis pada tahun 1998 silam.
Menurut Ketua MPR kasus pelanggaran HAM berat tak akan pernah berhenti. Sebab, tak ada batasnya dan tidak ada kedaluwarsanya.
"Saya harus menyatakan pelanggaran HAM berat adalah extraordinary crime (kejahatan luar biasa). Bersifat non-kedaluwarsa dan borderless (tanpa batas)," kata Sidarto di Gedung MPR, Senayan, Jakarta, Senin (2/6/2014).
Sidarto menjelaskan, setiap persoalan yang berkaitan hukum harus diselesaikan. Karena berdasarkan undang-undang, Indonesia adalah negara hukum.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua MPR Ahmad Farhan Hamid mengakui memang belum pernah berkonsultasi dengan 7 lembaga negara terkait pelanggaran HAM. Tapi, konsultasi tersebut akan secepatnya dilakukan.
"Belum pernah diagendakan ke forum ke konsultasi negara. Tapi konsultasi berikut kita bawa ke 7 lembaga negara. Peradilan HAM penghilangan paksa akan menjadi poin yang dibicarakan. Harus diungkap secara terbuka," terangnya.
Sementara Wakil Ketua DPR Pramono Anung menegaskan Presiden harus menjalankan 4 rekomendasi DPR. Sebab, rekomendasi tersebut berupa keputusan politik. "Rekomendasi DPR kepada pemerintah 2009 sampai hari ini masih tetap berlaku. Karena ini keputusan politik. Presiden harus menindaklanjuti," ucapnya.
"Kalau ada forum konsultasi, kita siap dan terbuka. 4 rekomendasi harus dijalankan," pungkasnya.
Berikut 3 tuntutan Koalisi Melawan Lupa menyikapi Tragedi Mei 1998 kepada MPR:
Pertama, mengadakan konsultasi dan koordinasi dengan Presiden RI, Ketua DPR RI, Menko Polhukam, Ombudsman RI, dan Komnas HAM untuk memastikan penyelesaian peristiwa penculikan dan penghilangan paksa 1997-1998 dan semua kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Kedua, mengadakan konsultasi dan koordinasi dengan Presiden RI, Ketua DPR RI, Menko Polhukam, Ombudsman RI, dan Komnas HAM atas perbuatan Mal Administrasi yang dilakukan oleh Presiden SBY terhadap rekomendasi DPR.
Ketiga, mengadakan konsultasi dan koordinasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mendorong capres dan cawapres yang `bersih` dari berbagai persoalan.
Ketua MPR: Tragedi Mei 98 Kejahatan Luar Biasa dan Tanpa Batas
Ketua MPR menjelaskan, setiap persoalan yang berkaitan hukum harus diselesaikan. Karena berdasarkan UU, Indonesia adalah negara hukum.
diperbarui 02 Jun 2014, 14:50 WIBSalah satu keluarga korban tragedi Mei Tahun 1998 Ruyati berjalan di depan mural pelanggaran HAM ketika peresmian mural Prasasti Tragedi Trisakti dan Mei 1998 di kawasan Jalan Pemuda, Jakarta Timur. (ANTARA FOTO/Reno Esnir)
Advertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Federal Oil Kembali Ungkap Peredaran Pelumas Palsu di Jawa Tengah
Timnas Indonesia Gagal Menang di 5 Laga Kualifikasi Piala Dunia 2026, Shin Tae-yong Akui Mulai Rasakan Tekanan
3 Alasan Timnas Indonesia Keok dari Jepang di Kualifikasi Piala Dunia 2026
Debat Terakhir Pilkada Jakarta, Momen Perang Narasi dan Fokus Substansi
Mengenal Kawedanan Hageng Punakawan Datu Dana Suyasa, Penjaga Warisan Kesultanan Yogyakarta
Teror Suporter Timnas Indonesia Sempat Bikin Repot Jepang
Gempa Hari Ini Jumat 15 November 2024 Tiga Kali Guncang Cianjur dan Sukabumi
Timnas Indonesia Kalah dari Jepang, Erick Thohir: Saya Memohon Maaf
Koreografi Suporter Timnas Indonesia Getarkan Stadion Utama Gelora Bung Karno
Shin Tae-yong Ungkap Alasan Tak Masukkan Eliano Reijnders dalam Skuad Timnas Indonesia saat Hadapi Jepang dan China
Shin Tae-yong Bongkar Alasan Timnas Indonesia Keok dari Jepang: Buang Peluang di Babak Pertama
Timnas Indonesia vs Jepang Berakhir 0-4, Warganet Ucapkan Terima Kasih Meski Sedih