Melacak Jenderal di Belakang Capres

Akan menjadi masalah jika yang ikut-ikutan berpolitik dan memihak pada Pilpres 2014 adalah perwira TNI-Polri yang masih aktif.

oleh Liputan6 diperbarui 03 Jun 2014, 00:07 WIB
(Rumgapres/ Abror Rizki)

Liputan6.com, Jakarta - Oleh: Rinaldo, Silvanus Alvin, Luqman Rimadi, Ahmad Romadoni, Yus Ariyanto, Hanz Jimenez Salim, Raden Trimutia Hatta, dan Taufiqurrohman.

Jakarta: Kekuasaan atau tahta memang sangat menggoda. Dan godaan itu semakin kuat ketika pesta demokrasi 5 tahunan tiba, yaitu pemilihan presiden. Saat pilpres digelar, banyak tokoh dari beragam profesi mendekat kepada para kandidat presiden untuk menawarkan diri dan kekuatan yang dia punya.

Tujuannya jelas, dengan 'menjual' kemampuan yang dia miliki, baik itu berupa uang, koneksi, popularitas, massa dan jabatan, sang tokoh berharap bisa masuk dalam gerbong pemerintah jika si kandidat berhasil memenangkan pilpres. Misalnya untuk menjadi menteri atau posisi lainnya yang tidak kalah prestisius.

Itu pula yang terlihat menjelang digelarnya Pilpres 2014. Sejak pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa (Prabowo-Hatta) serta Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) mendeklarasikan pencapresan mereka, banyak tokoh partai politik, pejabat, atau mantan pejabat yang mendekat menyatakan dukungan.

Di antara mantan pejabat itu terdapat pula para purnawirawan TNI dan Polri. Tak ada yang salah dan hal yang lumrah jika mantan perwira TNI dan Polri ikut dalam kontes politik, karena mereka sudah lepas dari kesatuan serta tak lagi memegang senjata dan punya anak buah.

Perwira TNI-Polri Aktif Berpolitik

Namun, menjadi masalah jika yang ikut-ikutan berpolitik dan memihak pada Pilpres 2014 adalah perwira TNI-Polri aktif. Sinyaleman adanya kongsi yang tak patut antara politisi dan militer aktif ini disampaikan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"Maklum, ini adalah musim kampanye presiden, politik makin panas, saling curiga, saling intip mengintip," kata SBY saat memberikan pengarahan di hadapan ratusan perwira TNI-Polri di Kementerian Pertahanan di Jakarta, Senin (2/6/2014).

SBY mengatakan ‎ada sejumlah pihak yang berupaya merayu para perwira aktif TNI maupun Polri untuk mendukung pasangan capres-cawapres. Namun, ketika mendengar kabar itu SBY mengaku meminta diklarifikasi dulu kebenarannya agar tak menimbulkan fitnah.

"‎Ketika saya mendapatkan info itu, saya minta dikonfirmasi, jangan-jangan itu fitnah saja. Saya anti-fitnah, banyak di negeri ini yang melakukan fitnah," ujarnya.

SBY mengatakan, informasi yang diterimanya menyebutkan ada sejumlah upaya dengan menggunakan uang dilakukan pihak-pihak tertentu untuk menarik sejumlah perwira tinggi TNI-Polri mendukung pasangan capres-cawapres tertentu. Bahkan, pihak-pihak tersebut merayu para perwira dengan mengatakan untuk tidak perlu mengikuti arahan dari SBY.

"Informasi yang telah dikonfirmasikan mengatakan ada pihak-pihak yang menarik-narik sejumlah perwira tinggi untuk berpihak pada yang didukungnya, bahkan ditambahkan tidak perlu mendengar presiden kalian, itu kapal karam, mau tenggelam, sebentar lagi berhenti, mau selesai deh. Lebih baik cari kapal yang mau berlayar dan matahari terbit," jelas SBY.

SBY menyayangkan adanya tindakan tersebut. Menurutnya, ajakan untuk menarik para perwira ke dalam politik praktis itu sama saja mengajari untuk melanggar Sapta Marga dan Sumpah Prajurit yang selalu diucapkan berulang-ulang selama menjadi anggota TNI maupun Polri.

"Ajakan seperti itu seperti mengajari perwira untuk menabrak Sapta Marga dan Sumpah Prajurit. Para tamtama kita setiap pagi mengucapkan Sumpah Prajurit," ucapnya.

Berpolitik, Mundur Dulu dari TNI-Polri

SBY menegaskan bahwa seluruh perwira tinggi TNI maupun Polri berhak untuk mempunyai cita-cita sebagai pemimpin politik. Namun demikian, untuk mewujudkan cita-cita tersebut, ada langkah-langkah yang harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

"Apakah jenderal tidak boleh bercita-cita menjadi pemimpin politik? Jawabannya adalah boleh, hal itu terbuka, tidak dilarang, tetapi ada aturan dan etikanya," tutur Kepala Negara.

Menurut SBY, mekanisme yang harus diambil bagi para anggota TNI yang ingin terjun dalam dunia politik adalah dengan mengajukan pengunduran diri dari instansi TNI maupun Polri. Pengunduran diri mutlak dilakukan karena instansi Polri dan TNI harus netral dan tidak boleh berpihak kepada kelompok politik tertentu.

"Kalau para perwira itu ingin jadi pemimpin politik, atau mendukung capres tertentu, segera ajukan pengunduran diri kepada atasan perwira kalian. Untuk panglima TNI, KSAD dan KSAU tentu mengundurkan diri kepada presiden," kata SBY.

SBY pun menjamin, bila ada jenderal yang mengajukan pengunduran diri kepadanya dengan alasan untuk terjun ke jalur politik, tanpa ragu dirinya segera menyetujui permohonan tersebut.

"Kalau ada yang mengajukan permohonan pengunduran diri, hampir pasti dikabulkan, bahkan saya doakan agar sukses, karena saudara-saudara adala perwira terpilih yang potensia‎l," kata dia.

Apa yang disampaikan SBY jelas sesuatu yang serius. Apalagi ditegaskan bahwa informasi itu sudah dikonfirmasi sebagai kabar yang valid dan benar.

"Kalau presiden sudah sampaikan itu di media massa, sampaikan ke publik, berarti info itu sudah dikonfirmasi dan diklarifikasi. Kita anggap beliau sampaikan sesuatu yang benar," ujar Menko Polhukam Djoko Suyanto usai pengarahan dari Presiden.

Prabowo dan Jokowi Membantah

Hingga kini belum diketahui sosok perwira aktif yang dimaksud serta pasangan capres-cawapres yang mengajak untuk bergabung. Namun, Prabowo buru-buru menampik kalau sinyal itu diarahkan pada tim pemenangan dirinya dan Hatta Rajasa.

"Nggak ada, nggak ada," kata Prabowo usai menghadiri Rakernas Keluarga Besar Putra Putri Polri di Hotel Sultan, Jakarta, Senin.

Prabowo pun menegaskan, TNI-Polri harus bersikap netral, apalagi pada saat pelaksanaan Pilpres 9 Juli mendatang. "TNI dan Polri harus netral," ucap Prabowo.

Hal senada juga dilontarkan Ketua Umum Partai Gerindra Suhardi. Menurutnya, Prabowo telah menyatakan bahwa tidak boleh mengintervensi para perwira aktif TNI ataupun Polri untuk mendukung dirinya sebagai capres.

"Jelas orang yang masih aktif itu garisnya ke Panglima TNI, tidak boleh diintervensi. Prabowo juga tidak mau mendatangi undangan-undangan dari tentara-tentara aktif. Nanti dikira ada macam-macam," tukas Suhardi.

Senada, kubu Jokowi-JK juga menampik bahwa dugaan itu diarahkan ke pasangan mereka. Jokowi mengaku tak mengetahui kabar adanya perwira tinggi TNI-Polri aktif yang mendukung pasangan capres-cawapres pada Pilpres 2014.

"Nah kabar dari mana itu, ndak tahu," kata Jokowi di Yogyakarta, Senin (2/6/2014).

Bahkan, Jokowi merasa heran kenapa ada kabar seperti itu. "Namanya memang siapa yang perwira itu, wong namanya saja kita ndak tahu. Bener kita ndak ngerti," ujarnya.

Pasangan Capres Andalkan Mantan TNI-Polri

Kalangan militer memang sangat rentan ditarik ke wilayah politik karena kekuatan senjata dan pasukan yang mereka miliki. Jangankan perwira TNI-Polri aktif, yang sudah purnawirawan pun masih jadi incaran partai politik dan pasangan capres-cawapres.

Lihat saja adu kuat pasangan Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK soal keberadaan purnawirawan TNI di tim pemenangan masing-masing. Bahkan, tim kampanye Jokowi-JK dihiasi sejumlah nama purnawirawan yang cukup dikenal publik.

Sebut saja nama Jenderal TNI (Purn) A.M. Hendropriyono, Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Panjaitan, Laksamana (Purn) Tedjo Edi, Letjen TNI (Purn) Farid Zainudin dan Marsekal Madya (Purn) Ian Santoso yang masuk dalam struktur Pengarah Tim Kampanye Jokowi-JK.

Nama itu masih ditambah lagi dengan Jenderal TNI (Purn) Farchrul Rozi di Tim Penggalangan dan Jenderal Pol (Purn) Dai Bachtiar di Tim Khusus. Di luar itu masih banyak nama purnawirawan TNI-Polri yang tidak masuk dalam struktur Tim Pemenangan Jokowi-JK.

Sedangkan di kubu Prabowo-Hatta, nama-nama para purnawirawan yang mendukung juga tak kalah populer. Sebagai mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus dan Panglima Kostrad, tentu tak sulit bagi Prabowo untuk menggaet mantan jenderal ke kubunya.

Lihat saja, ada Jenderal (Purn) Farouk Muhammad Syechbubakar, Letjen (Purn) M. Yunus Yosfiah, Letjen (Purn) Syarwan Hamid, Mayjen (Purn) Syamsir Siregar, Laksdya (Purn) Freddy Numberi, Komjen Pol (Purn) Adang Darajatun dan Jenderal (Purn) George Toisutta.

Namun, kubu Jokowi-Hatta mengklaim didukung lebih banyak jenderal dibandingkan yang merapat ke Prabowo-Hatta. Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Sutiyoso yang berkoalisi mendukung Jokowi-JK menegaskan jenderal yang ada di PKPI lebih banyak dari jenderal pendukung Prabowo.

"Memang ini seperti terbagi dua. Tapi, kalau dihitung-hitung lebih banyak kita," ujar Sutiyoso di Jakarta, Kamis 22 Mei 2014.

Sutiyoso mengatakan, purnawirawan jenderal yang bergabung di partainya lebih banyak dan lengkap. Mulai mantan KSAD, KSAU, KSAL, Kapolri, hingga Kepala BIN. Seluruhnya jika digabungkan, tentu akan menjadi kekuatan besar untuk Jokowi-JK.

"Bahkan, mantan Gubernur DKI juga ada. Semua kalau dikumpulkan banyak. Kita semuanya ikhlas, tidak ada musuh-musuhan," ucapnya.

Ucapan Sutiyoso diperkuat oleh klaim Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP PDIP Puan Maharani. Dia menyindir pasangan capres-cawapres yang mengaku didukung ratusan purnawirawan jenderal TNI pada Pilpres 2014 nanti.

"Saya bisik-bisik dengan salah seorang jenderal tadi, di sini ada jenderal bintang empat, jenderal bintang empat cuma kita doang lho, di tetangga sebelah nggak ada," kata Puan di Kantor Tim Kampanye Jokowi-JK, Selasa pekan lalu.

Melihat sepak terjang kubu Jokowi-JK yang agresif merangkul mantan perwira tinggi TNI-Polri, kubu Prabowo Hatta agaknya tak mau kalah. Pada Rabu 21 Mei lalu, Prabowo pun menggelar pertemuan dengan sejumlah mantan petinggi TNI-Polri seperti Laksamana (Purn) Widodo AS, Jenderal Pol (Purn) Noegroho Djajoesman dan Letjen (Purn) Cornel Simbolon.

"Saya berharap dukungan kalian, kalau kalian mendukung alhamdulillah, kalau tidak mendukung alhamdulillah." ujar Prabowo dalam pertemuan di sebuah lapangan golf di kawasan Bogor, Jawa Barat.

Pada kesempatan itu Prabowo juga meminta dukungan 200 jenderal purnawirawan TNI-Polri untuk mendukung pencapresannya.

Namun, apakah ramainya para mantan perwira tinggi TNI-Polri punya dampak signifikan terhadap elektabilitas dan perolehan suara pasangan capres-cawapres, masih menunggu bukti hingga usainya Pilpres 2014.

Dalam hal-hal tertentu, mantan perwira militer memang melebihi kekuatan dari sisi sistem organisasi dan penggalangan massa. Karena itu, akan menarik melihat mereka merancang program kampanye dan penggalangan massa untuk masing-masing pasangan capres-cawapres yang didukung.

Di lain sisi, pemerintah punya pekerjaan rumah untuk menelisik sosok perwira TNI-Polri aktif yang akan ikut dalam riuhnya Pilpres 2014. Harus ada jaminan bahwa TNI-Polri bersikap netral sesuai dengan UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

Dalam UU yang sudah diuji oleh Mahkamah Konstitusi itu ditegaskan bahwa anggota TNI dan Polri tetap tak boleh menggunakan hak pilihnya dalam Pilpres 9 Juli 2014. Jadi, tak ada tempat bagi anggota TNI-Polri aktif untuk ikut 'bermain'. Tugas TNI-Polri justru lebih mulia, yaitu memastikan pesta demokrasi ini berlangsung aman tanpa gangguan.


Purnawirawan TNI-Polri yang mendukung Jokowi-JK:

1. Jenderal (Purn) Tyasno Sudarto
2. Laksaman (Purn) Bernard Ken Sondakh
3. Letjen (Purn) Sumarsono
4. Marsda (Purn) Basri Sidehabi
5. Letjen (Purn) Sarifudin Tipe
6. Marsda (Purn) Pieter Wattimera
7. Mayjen (Purn) Yusuf Solikin
8. Laksda (Purn) Sosialisman
9. Laksda (Purn) A. Malik
10. Mayjen (Purn) Bambang Ismoyo
11. Mayjen (Purn) M. Lutfi Wetto
12. Laksada (Purn) Franky K
13. Brigjen (Purn) Mulyono
14. Brigjen (Purn) Djamur
15. Laksma (Purn) Songkal
16. Marsma (Purn) Yopie Kiriweno
17. Brigjen (Purn) Abdul Salam
18. Laksda (Purn) Dadi Sunato
19. Brigjen (Purn) Farid Z
20. Irjen Pol (Purn) Andi M
21. Irjen Pol (Purn) Edy K

Purnawirawan TNI-Polri yang menjadi Timses Prabowo-Hatta:

1. Jenderal (Purn) Joko Santoso
2. Jenderal (Purn) Farouk Muhammad Syechbubakar
3. Letjen (Purn) M. Yunus Yosfiah
4. Letjen (Purn) Syarwan Hamid
5. Letjen (Purn) Soeharto
6. Mayjen (Purn) Syamsir Siregar
7. Brigjen Pol (Purn) Dr. H. Taufiq Effendi, MBA
8. Laksdya TNI (Purn) Freddy Numberi
9. Komjen Pol (purn) Adang Darajatun
10. Jenderal (Purn) George Toisutta
11. Letjen (Purn) Burhanuddin
12. Laksdya (Purn) Moekhlas Sidik
13. Mayjen TNI (Purn) Sudrajat

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya