Liputan6.com, Jakarta - Pelaku usaha logistik Indonesia meminta dukungan Kementerian Perhubungan untuk menolak usulan kenaikan biaya Container Handling Charge (CHC) sebesar 10% yang akan diberlakukan PT Pelindo II (Persero) mengingat dampaknya yang besar terhadap kenaikan biaya logistik nasional.
Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldi Masita mengatakan realisasi investasi di Pelabuhan Tanjung Priok selama enam tahun terakhir masih sangat kecil, bahkan tidak sebanding dengan dampak terhadap kenaikan biaya logistik jika usulan kenaikan tarif CHC di Pelabuhan Tanjung Priok disetujui.
Dia menilai Kemenhub seharusnya tidak hanya menunda usulan kenaikan CHC di Pelabuhan Tanjung Priok, tetapi menolak.
Advertisement
"Kemenhub harus menolak guna mendukung penurunan biaya logistik dan daya saing produk nasional yang masih rendah," jelas dia dalam keterangan tertulisnya, Selasa (3/6/2014).
Menurut dia, Kemenhub harus melihat realitas biaya logistik yang tinggi di Indonesia dimana salah satunya disumbangkan dari biaya-biaya di pelabuhan yang terus naik. Padahal, semakin produktif dan efisien pelabuhan sebagaimana digembar-gemborkan operator pelabuhan, seharusnya tarif semakin murah.
Zaldi menilai perhitungan investasi operator pelabuhan di Indonesia tidak masuk akal, sebab jika investasinya meningkatkan produktivitas dan efisiensi pelayanan, seharusnya biaya-biaya yang direpresentasikan oleh tarif, dapat diturunkan karena biayanya turun dan profit marjin naik, apalagi dengan volume arus barang yang terus meningkat.
Selama ini, operator Pelabuhan Tanjung Priok sudah meraup laba yang cukup besar dengan penguatan dolar terhadap rupiah dan pertambahan volume karena pertumbuhan ekonomi yang bagus. “Sangat tidak manusiawi jika mereka meminta kenaikan CHC lagi,” jelas dia.
ALI, katanya, sangat berkepentingan dengan kenaikan tarif CHC karena 40% dari sekitar 3.700 anggotanya adalah para pemilik barang dan logistik yang harus membayar setiap kenaikan biaya logistik.
“Kenaikan biaya logistik ini tidak kecil apalagi posisi Indonesia sebagai salah satu negara yang paling boros biaya logistiknya (26% dari GDP),” tegas dia.
Di sisi lain, ALI mendesak pemerintah segera melaksanakan UU No.7 tahun 2011 tentang Mata Uang yang mewajibkan setiap transaksi di wilayah negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI), termasuk di pelabuhan dan CHC menggunakan mata uang rupiah, bukan USD seperti sekarang.
Penggunaan rupiah dalam transaksi di pelabuhan akan meningkatkan keyakinan masyarakat Indonesia dan dunia terhadap Rupiah maupun perekonomian nasional, memperkuat martabat dan stabilitas mata uang rupiah sehingga dampaknya terhadap investasi dan ekonomi sangat signifikan. (Nrm)